KUHP Indonesia 2024





 RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR … TAHUN …


TENTANG

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: 

A. bahwa untuk mewujudkan hukum pidana nasional 

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan 

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik 

Indonesia Tahun 1945 serta asas hukum umum yang 

diakui masyarakat beradab, perlu disusun hukum pidana 

nasional untuk mengganti Kitab Undang-Undang Hukum 

Pidana warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda;

B. bahwa hukum pidana nasional tersebut harus 

disesuaikan dengan politik hukum, keadaan, dan 

perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara yang bertujuan menghormati dan 

menjunjung tinggi hak asasi manusia, berdasarkan 

Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan 

beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin 

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ 

perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat 

Indonesia; 

C. bahwa materi hukum pidana nasional juga harus 

mengatur keseimbangan antara kepentingan umum atau 

negara dan kepentingan individu, antara pelindungan 

terhadap pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana, 

antara unsur perbuatan dan sikap batin, antara kepastian 

hukum dan keadilan, antara hukum tertulis dan hukum 

yang hidup dalam masyarakat, antara nilai nasional dan 

nilai universal, serta antara hak asasi manusia dan 

kewajiban asasi manusia;

D. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana 

dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu 

membentuk Undang-Undang tentang Kitab UndangUndang Hukum Pidana;

Mengingat: Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara 

Republik Indonesia Tahun 1945;


Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:


Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG

HUKUM PIDANA.


BUKU KESATU

ATURAN UMUM


BAB I

RUANG LINGKUP BERLAKUNYA KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG

UNDANGAN PIDANA


Bagian Kesatu

Menurut Waktu


Pasal 1

(1) Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau 

tindakan kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan 

perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan. 


(2) Dalam menetapkan adanya Tindak Pidana dilarang digunakan analogi. 

Pasal 2

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi 

berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan 

bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur 

dalam Undang-Undang ini. 


(2) Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 

(1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur 

dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung 

dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 

1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat 

beradab. 

Pasal 3

(1) Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang-undangan sesudah 

perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang 

baru, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama 

menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana. 


(2) Dalam hal perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana 

menurut peraturan perundang-undangan yang baru, proses hukum 

terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum.

 

(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan bagi 

tersangka atau terdakwa yang berada dalam tahanan, tersangka atau 

terdakwa dibebaskan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat 

pemeriksaan. 


(4) Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan 

perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut 

peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan 

pemidanaan dihapuskan.

 

(5) Dalam hal putusan pemidanaan telah berkekuatan hukum tetap 

sebagaimana dimaksud pada ayat (4), instansi atau Pejabat yang 

melaksanakan pembebasan merupakan instansi atau Pejabat yang 

berwenang. 


(6) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) tidak 

menimbulkan hak bagi tersangka, terdakwa, atau terpidana menuntut 

ganti rugi.

 

(7) Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan 

perbuatan yang terjadi diancam dengan pidana yang lebih ringan menurut 

peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan 

pemidanaan disesuaikan dengan batas pidana menurut peraturan 

perundang-undangan yang baru. 

Bagian Kedua

Menurut Tempat

Paragraf 1

Asas Wilayah atau Teritorial


Pasal 4

Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang 

melakukan: 

a. Tindak Pidana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 

b. Tindak Pidana di Kapal Indonesia atau di Pesawat Udara Indonesia; atau 

c. Tindak Pidana di bidang teknologi informasi atau Tindak Pidana lainnya 

yang akibatnya dialami atau terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik 

Indonesia atau di Kapal Indonesia dan di Pesawat Udara Indonesia.

 

Paragraf 2

Asas Pelindungan dan Asas Nasional Pasif


Pasal 5

Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang di luar 

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana 

terhadap kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berhubungan 

dengan: 

a. keamanan negara atau proses kehidupan ketatanegaraan; 

b. martabat Presiden, Wakil Presiden, dan/atau Pejabat Indonesia di luar 

negeri; 

c. mata uang, segel, cap negara, meterai, atau Surat berharga yang 

dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, atau kartu kredit yang dikeluarkan 

oleh perbankan Indonesia; 

d. perekonomian, perdagangan, dan perbankan Indonesia; 

e. keselamatan atau keamanan pelayaran dan penerbangan; 

f. keselamatan atau keamanan bangunan, peralatan, dan aset nasional atau 

negara Indonesia; 

g. keselamatan atau keamanan sistem komunikasi elektronik; 

h. kepentingan nasional Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang

Undang; atau 

i. warga negara Indonesia berdasarkan perjanjian internasional dengan 

negara tempat terjadinya Tindak Pidana. 


Paragraf 3

Asas Universal


Pasal 6


Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang 

berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan 

Tindak Pidana menurut hukum internasional yang telah ditetapkan sebagai 

Tindak Pidana dalam Undang-Undang.


Pasal 7


Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang 

melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia 

yang penuntutannya diambil alih oleh Pemerintah Indonesia atas dasar suatu 

perjanjian internasional yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah 

Indonesia untuk melakukan penuntutan pidana. 


Paragraf 4

Asas Nasional Aktif


Pasal 8

(1) Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi setiap warga negara 

Indonesia yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan 

Republik Indonesia. 


(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku jika perbuatan 

tersebut juga merupakan Tindak Pidana di negara tempat Tindak Pidana 

dilakukan. 


(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk 

Tindak Pidana yang diancam pidana denda paling banyak kategori III. 


(4) Penuntutan terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 

dilakukan walaupun tersangka menjadi warga negara Indonesia, setelah 

Tindak Pidana tersebut dilakukan sepanjang perbuatan tersebut 

merupakan Tindak Pidana di negara tempat Tindak Pidana dilakukan. 


(5) Warga negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik 

Indonesia yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada 

ayat (1) tidak dapat dijatuhi pidana mati jika Tindak Pidana tersebut 

menurut hukum negara tempat Tindak Pidana tersebut dilakukan tidak 

diancam dengan pidana mati. 


Paragraf 5

Pengecualian


Pasal 9

Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan 

Pasal 8 dibatasi oleh hal yang dikecualikan menurut hukum internasional yang telah disahkan. 


Bagian Ketiga

Waktu Tindak Pidana


Pasal 10

Waktu Tindak Pidana merupakan saat dilakukannya perbuatan yang dapat 

dipidana.

Bagian Keempat

Tempat Tindak Pidana


Pasal 11

Tempat Tindak Pidana merupakan tempat dilakukannya perbuatan yang dapat

dipidana.


BAB II

TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA


Bagian Kesatu

Tindak Pidana


Paragraf 1

Umum


Pasal 12

(1) Tindak Pidana merupakan perbuatan yang oleh peraturan perundang

undangan diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan. 

(2) Untuk dinyatakan sebagai Tindak Pidana, suatu perbuatan yang diancam 

sanksi pidana dan/atau tindakan oleh peraturan perundang-undangan 

harus bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang 

hidup dalam masyarakat. 

(3) Setiap Tindak Pidana selalu bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan 

pembenar. 

Paragraf 2

Permufakatan Jahat


Pasal 13

(1) Permufakatan jahat terjadi jika 2 (dua) orang atau lebih bersepakat untuk 

melakukan Tindak Pidana. 

(2) Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana dipidana jika ditentukan 

secara tegas dalam Undang-Undang. 

(3) Pidana untuk permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana paling banyak 

1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak 

Pidana yang bersangkutan. 

(4) Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan 

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup dipidana dengan pidana 

penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. 

(5) Pidana tambahan untuk permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana 

sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.

 

Pasal 14

Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana tidak dipidana jika pelaku: 

a. menarik diri dari kesepakatan itu; atau 

b. melakukan tindakan yang patut untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana. 


Paragraf 3

Persiapan


Pasal 15

(1) Persiapan melakukan Tindak Pidana terjadi jika pelaku berusaha untuk 

mendapatkan atau menyiapkan sarana berupa alat, mengumpulkan 

informasi atau menyusun perencanaan tindakan, atau melakukan 

tindakan serupa yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi untuk 

dilakukannya suatu perbuatan yang secara langsung ditujukan bagi 

penyelesaian Tindak Pidana.

 

(2) Persiapan melakukan Tindak Pidana dipidana jika ditentukan secara tegas 

dalam Undang-Undang.


(3) Pidana untuk persiapan melakukan Tindak Pidana paling banyak 1/2 (satu 

per dua) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang 

bersangkutan. 


(4) Persiapan melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati 

atau pidana penjara seumur hidup dipidana dengan pidana penjara paling 

lama 10 (sepuluh) tahun. 


(5) Pidana tambahan untuk persiapan melakukan Tindak Pidana sama dengan 

pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan. 


Pasal 16

Persiapan melakukan Tindak Pidana tidak dipidana jika pelaku menghentikan 

atau mencegah kemungkinan terciptanya kondisi sebagaimana dimaksud 

dalam Pasal 15 ayat (1). 

Paragraf 4

Percobaan


Pasal 17

(1) Percobaan melakukan Tindak Pidana terjadi jika niat pelaku telah nyata 

dari adanya permulaan pelaksanaan dari Tindak Pidana yang dituju, tetapi 

pelaksanaannya tidak selesai, tidak mencapai hasil, atau tidak 

menimbulkan akibat yang dilarang, bukan karena semata-mata atas 

kehendaknya sendiri. 


(2) Permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi jika: 

a. perbuatan yang dilakukan itu diniatkan atau ditujukan untuk 

terjadinya Tindak Pidana; dan 

b. perbuatan yang dilakukan langsung berpotensi menimbulkan Tindak 

Pidana yang dituju. 


(3) Pidana untuk percobaan melakukan Tindak Pidana paling banyak 2/3 (dua 

per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang 

bersangkutan.

 

(4) Percobaan melakukan Tindak Pidana yang diancamkan dengan pidana 

mati atau pidana penjara seumur hidup dipidana dengan pidana penjara 

paling lama 15 (lima belas) tahun. 


(5) Pidana tambahan untuk percobaan melakukan Tindak Pidana sama 

dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan. 


Pasal 18

(1) Percobaan melakukan Tindak Pidana tidak dipidana jika pelaku setelah 

melakukan permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 

17 ayat (1): 


a. tidak menyelesaikan perbuatannya karena kehendaknya sendiri 

secara sukarela; atau 


b. dengan kehendaknya sendiri mencegah tercapainya tujuan atau 

akibat perbuatannya. 


(2) Dalam hal percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah 

menimbulkan kerugian atau menurut peraturan perundang-undangan 

telah merupakan Tindak Pidana tersendiri, pelaku dapat dipertanggungjawabkan untuk Tindak Pidana tersebut. 


Pasal 19

Percobaan melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana 

denda paling banyak kategori II tidak dipidana.


Paragraf 5

Penyertaan


Pasal 20

Setiap Orang dipidana sebagai pelaku Tindak Pidana jika: 

a. melakukan sendiri Tindak Pidana; 

b. melakukan Tindak Pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang 

lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan; 

c. turut serta melakukan Tindak Pidana; atau 

d. menggerakkan orang lain supaya melakukan Tindak Pidana dengan cara 

memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau 

martabat, melakukan Kekerasan, menggunakan Ancaman Kekerasan, 

melakukan penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, atau 

keterangan. 

Pasal 21

(1) Setiap Orang dipidana sebagai pembantu Tindak Pidana jika dengan 

sengaja: 

a. memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan Tindak 

Pidana; atau 

b. memberi bantuan pada waktu Tindak Pidana dilakukan. 

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk 

pembantuan terhadap Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana 

denda paling banyak kategori II. 


(3) Pidana untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana paling banyak 2/3 

(dua per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana 

yang bersangkutan. 


(4) Pembantuan melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati 

atau pidana penjara seumur hidup dipidana dengan pidana penjara paling 

lama 15 (lima belas) tahun. 


(5) Pidana tambahan untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana sama 

dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan. 


Pasal 22

Keadaan pribadi pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 atau pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat menghapus, mengurangi, atau memperberat pidananya. 


Paragraf 6

Pengulangan


Pasal 23

(1) Pengulangan Tindak Pidana terjadi jika Setiap Orang: 

a. melakukan Tindak Pidana kembali dalam waktu 5 (lima) tahun setelah 

menjalani seluruh atau sebagian pidana pokok yang dijatuhkan atau 

pidana pokok yang dijatuhkan telah dihapuskan; atau 

b. pada waktu melakukan Tindak Pidana, kewajiban menjalani pidana 

pokok yang dijatuhkan terdahulu belum kedaluwarsa. 


(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup Tindak 

Pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus, pidana penjara 4 

(empat) tahun atau lebih, atau pidana denda paling sedikit kategori III. 


(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku untuk Tindak 

Pidana mengenai penganiayaan.


Paragraf 7

Tindak Pidana Aduan


Pasal 24

(1) Dalam hal tertentu, pelaku Tindak Pidana hanya dapat dituntut atas dasar 

pengaduan. 

(2) Tindak Pidana aduan harus ditentukan secara tegas dalam Undang

Undang. 

Pasal 25

(1) Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan belum berumur 16 (enam belas) 

tahun, yang berhak mengadu merupakan Orang Tua atau walinya. 


(2) Dalam hal Orang Tua atau wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak 

ada atau Orang Tua atau wali itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan 

dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis lurus. 


(3) Dalam hal keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud 

pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam 

garis menyamping sampai derajat ketiga. 


(4) Dalam hal Anak tidak memiliki Orang Tua, wali, atau keluarga sedarah 

dalam garis lurus ke atas ataupun menyamping sampai derajat ketiga, 

pengaduan dilakukan oleh diri sendiri dan/atau pendamping. 


Pasal 26

(1) Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan berada di bawah pengampuan, 

yang berhak mengadu merupakan pengampunya, kecuali bagi Korban 

Tindak Pidana aduan yang berada dalam pengampuan karena boros.

 

(2) Dalam hal pengampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau 

pengampu itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh 

suami atau istri Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus. 


(3) Dalam hal suami atau istri Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus 

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh 

keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga. 

Pasal 27

Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan meninggal dunia, pengaduan dapat 

dilakukan oleh Orang Tua, anak, suami, atau istri Korban, kecuali jika Korban 

sebelumnya secara tegas tidak menghendaki adanya penuntutan. 

Pasal 28

(1) Pengaduan dilakukan dengan cara menyampaikan pemberitahuan dan 

permohonan untuk dituntut. 

(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara lisan 

atau tertulis kepada Pejabat yang berwenang. 


Pasal 29

(1) Pengaduan harus diajukan dalam tenggang waktu: 

a. 6 (enam) Bulan terhitung sejak tanggal orang yang berhak mengadu 

mengetahui adanya Tindak Pidana jika yang berhak mengadu 

bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 

atau 

b. 9 (sembilan) Bulan terhitung sejak tanggal orang yang berhak 

mengadu mengetahui adanya Tindak Pidana jika yang berhak 

mengadu bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik 

Indonesia.

(2) Jika yang berhak mengadu lebih dari seorang, tenggang waktu 

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak pengadu 

masing-masing mengetahui adanya Tindak Pidana. 

Pasal 30

(1) Pengaduan dapat ditarik kembali oleh pengadu dalam waktu 3 (tiga) Bulan 

terhitung sejak tanggal pengaduan diajukan. 

(2) Pengaduan yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi. 

Paragraf 8

Alasan Pembenar

Pasal 31

Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana jika 

perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan ketentuan peraturan 

perundang-undangan. 

Pasal 32

Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana jika 

perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan perintah jabatan dari 

Pejabat yang berwenang. 

Pasal 33

Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana jika 

perbuatan tersebut dilakukan karena keadaan darurat. 

Pasal 34

Setiap Orang yang terpaksa melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana 

jika perbuatan tersebut dilakukan karena pembelaan terhadap serangan atau 

ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau 

orang lain, serta kehormatan dalam arti kesusilaan atau harta benda sendiri 

atau orang lain. 

Pasal 35

Ketiadaan sifat melawan hukum dari Tindak Pidana sebagaimana dimaksud 

dalam Pasal 12 ayat (2) merupakan alasan pembenar.


Bagian Kedua

Pertanggungjawaban Pidana


Paragraf 1

Umum


Pasal 36

(1) Setiap Orang hanya dapat dimintai pertanggungjawaban atas Tindak 

Pidana yang dilakukan dengan sengaja atau karena kealpaan. 

(2) Perbuatan yang dapat dipidana merupakan Tindak Pidana yang dilakukan 

dengan sengaja, sedangkan Tindak Pidana yang dilakukan karena 

kealpaan dapat dipidana jika secara tegas ditentukan dalam peraturan 

perundang-undangan. 

Pasal 37

Dalam hal ditentukan oleh Undang-Undang, Setiap Orang dapat: 

a. dipidana semata-mata karena telah dipenuhinya unsur-unsur Tindak 

Pidana tanpa memperhatikan adanya kesalahan; atau10 

b. dimintai pertanggungjawaban atas Tindak Pidana yang dilakukan oleh 

orang lain. 

Pasal 38

Setiap Orang yang pada waktu melakukan Tindak Pidana menyandang 

disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dapat dikurangi pidananya 

dan/atau dikenai tindakan. 

Pasal 39

Setiap Orang yang pada waktu melakukan Tindak Pidana menyandang 

disabilitas mental yang dalam keadaan eksaserbasi akut dan disertai gambaran 

psikotik dan/atau disabilitas intelektual derajat sedang atau berat tidak dapat 

dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai tindakan. 

Paragraf 2

Alasan Pemaaf


Pasal 40

Pertanggungjawaban pidana tidak dapat dikenakan terhadap anak yang pada 

waktu melakukan Tindak Pidana belum berumur 12 (dua belas) tahun. 

Pasal 41

Dalam hal anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau 

diduga melakukan Tindak Pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan 

pekerja sosial profesional mengambil keputusan untuk: 

a. menyerahkan kembali kepada Orang Tua/wali; atau 

b. mengikutsertakan dalam program pendidikan, pembinaan, dan 

pembimbingan di instansi pemerintah atau lembaga penyelenggaraan 

kesejahteraan sosial di instansi yang menangani bidang kesejahteraan 

sosial, baik pada tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) 

Bulan. 

Pasal 42

Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana tidak dipidana karena: 

a. dipaksa oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan; atau 

b. dipaksa oleh adanya ancaman, tekanan, atau kekuatan yang tidak dapat 

dihindari. 

Pasal 43

Setiap Orang yang melakukan pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang 

langsung disebabkan kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau 

ancaman serangan seketika yang melawan hukum, tidak dipidana. 

Pasal 44

Perintah jabatan yang diberikan tanpa wewenang tidak mengakibatkan 

hapusnya pidana, kecuali jika orang yang diperintahkan dengan iktikad baik 

mengira bahwa perintah tersebut diberikan dengan wewenang dan 

pelaksanaannya termasuk dalam lingkup pekerjaannya. 


Paragraf 3

Pertanggungjawaban Korporasi


Pasal 45

(1) Korporasi merupakan subjek Tindak Pidana. 

(2) Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup badan hukum 

yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan, koperasi, badan usaha milik 11 

negara, badan usaha milik daerah, atau yang disamakan dengan itu, serta 

perkumpulan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, 

atau badan usaha yang berbentuk firma, persekutuan komanditer, atau 

yang disamakan dengan itu sesuai dengan ketentuan peraturan 

perundang-undangan. 

Pasal 46

Tindak Pidana oleh Korporasi merupakan Tindak Pidana yang dilakukan oleh 

pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi 

Korporasi atau orang yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan 

hubungan lain yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi atau bertindak 

demi kepentingan Korporasi, dalam lingkup usaha atau kegiatan Korporasi 

tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. 

Pasal 47

Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Tindak Pidana oleh 

Korporasi dapat dilakukan oleh pemberi perintah, pemegang kendali, atau 

pemilik manfaat Korporasi yang berada di luar struktur organisasi, tetapi dapat mengendalikan Korporasi. 

Pasal 48

Tindak Pidana oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 dapat dipertanggungjawabkan, jika: 

a. termasuk dalam lingkup usaha atau kegiatan sebagaimana ditentukan 

dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi Korporasi; 

b. menguntungkan Korporasi secara melawan hukum; dan 

c. diterima sebagai kebijakan Korporasi. 

Pasal 49

Pertanggungjawaban atas Tindak Pidana oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dikenakan terhadap Korporasi, pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, dan/atau pemilik manfaat Korporasi. 

Pasal 50

Alasan pembenar yang dapat diajukan oleh pengurus yang mempunyai 

kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, atau pemilik 

manfaat Korporasi dapat juga diajukan oleh Korporasi sepanjang alasan 

tersebut berhubungan langsung dengan Tindak Pidana yang didakwakan 

kepada Korporasi. 

BAB III

PEMIDANAAN, PIDANA, DAN TINDAKAN

Bagian Kesatu


Tujuan dan Pedoman Pemidanaan


Paragraf 1

Tujuan Pemidanaan


Pasal 51

Pemidanaan bertujuan: 

a. mencegah dilakukannya Tindak Pidana dengan menegakkan norma 

hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat; 

b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan 

pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna;12 

c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, 

memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan damai 

dalam masyarakat; dan 

d. menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada 

terpidana. 

Pasal 52

Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia. 


Paragraf 2

Pedoman Pemidanaan


Pasal 53

(1) Dalam mengadili suatu perkara pidana, hakim wajib menegakkan hukum 

dan keadilan. 

(2) Jika dalam menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana dimaksud pada 

ayat (1) terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, 

hakim wajib mengutamakan keadilan. 

Pasal 54

(1) Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan: 

a. bentuk kesalahan pelaku Tindak Pidana; 

b. motif dan tujuan melakukan Tindak Pidana; 

c. sikap batin pelaku Tindak Pidana; 

d. Tindak Pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak 

direncanakan; 

e. cara melakukan Tindak Pidana; 

f. sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan Tindak Pidana; 

g. riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pelaku Tindak 

Pidana; 

h. pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku Tindak Pidana; 

i. pengaruh Tindak Pidana terhadap Korban atau keluarga Korban; 

j. pemaafan dari Korban dan/atau keluarganya; dan/atau 

k. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. 

(2) Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, atau keadaan pada waktu 

dilakukan Tindak Pidana serta yang terjadi kemudian dapat dijadikan 

dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak 

mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan 

kemanusiaan. 

Pasal 55

Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana tidak dibebaskan dari 

pertanggungjawaban pidana berdasarkan alasan peniadaan pidana jika orang 

tersebut telah dengan sengaja menyebabkan terjadinya keadaan yang dapat 

menjadi alasan peniadaan pidana tersebut. 

Pasal 56

Dalam pemidanaan terhadap Korporasi wajib dipertimbangkan: 

a. tingkat kerugian atau dampak yang ditimbulkan; 

b. tingkat keterlibatan pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional 

Korporasi dan/atau peran pemberi perintah, pemegang kendali, dan/atau 

pemilik manfaat Korporasi; 

c. lamanya Tindak Pidana yang telah dilakukan; 

d. frekuensi Tindak Pidana oleh Korporasi;13 

e. bentuk kesalahan Tindak Pidana; 

f. keterlibatan Pejabat; 

g. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat; 

h. rekam jejak Korporasi dalam melakukan usaha atau kegiatan; 

i. pengaruh pemidanaan terhadap Korporasi; dan/atau 

j. kerja sama Korporasi dalam penanganan Tindak Pidana. 


Paragraf 3

Pedoman Penerapan Pidana Penjara dengan Perumusan Tunggal dan 

Perumusan Alternatif 

Pasal 57

Dalam hal Tindak Pidana diancam dengan pidana pokok secara alternatif, 

penjatuhan pidana pokok yang lebih ringan harus lebih diutamakan jika hal itu dipertimbangkan telah sesuai dan dapat menunjang tercapainya tujuan 

pemidanaan. 

Paragraf 4

Pemberatan Pidana


Pasal 58

Faktor yang memperberat pidana meliputi: 

a. Pejabat yang melakukan Tindak Pidana sehingga melanggar kewajiban 

jabatan yang khusus atau melakukan Tindak Pidana dengan 

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan 

kepadanya karena jabatan; 

b. penggunaan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, atau lambang negara 

Indonesia pada waktu melakukan Tindak Pidana; atau 

c. pengulangan Tindak Pidana. 

Pasal 59

Pidana untuk pemberatan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dapat ditambah paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana. 

Paragraf 5

Ketentuan Lain tentang Pemidanaan


Pasal 60

(1) Pidana penjara dan pidana tutupan bagi terpidana yang sudah berada di 

dalam tahanan mulai berlaku pada saat putusan pengadilan telah 

memperoleh kekuatan hukum tetap. 

(2) Dalam hal terpidana tidak berada di dalam tahanan, pidana sebagaimana 

dimaksud pada ayat (1) berlaku pada saat putusan pengadilan mulai 

dilaksanakan. 

Pasal 61

(1) Pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda yang dijatuhkan 

dikurangi seluruh atau sebagian masa penangkapan dan/atau penahanan 

yang telah dijalani terdakwa sebelum putusan pengadilan memperoleh 

kekuatan hukum tetap. 

(2) Pengurangan pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 

disepadankan dengan penghitungan pidana penjara pengganti denda. 

Pasal 62

(1) Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi 

terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati.

(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan grasi sebagaimana 

dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Undang-Undang. 

Pasal 63

Jika narapidana melarikan diri, masa selama narapidana melarikan diri tidak 

diperhitungkan sebagai waktu menjalani pidana penjara. 

Bagian Kedua Pidana dan Tindakan Paragraf 1Pidana


Pasal 64

Pidana terdiri atas: 

a. pidana pokok; 

b. pidana tambahan; dan 

c. pidana yang bersifat khusus untuk Tindak Pidana tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang.

Pasal 65

(1) Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a terdiri atas:

a. pidana penjara;

b. pidana tutupan;

c. pidana pengawasan; 

d. pidana denda; dan 

e. pidana kerja sosial.

(2) Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan berat 

atau ringannya pidana.

Pasal 66

(1) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b terdiri 

atas:

a. pencabutan hak tertentu;

b. perampasan Barang tertentu dan/atau tagihan; 

c. pengumuman putusan hakim;

d. pembayaran ganti rugi; 

e. pencabutan izin tertentu; dan

f. pemenuhan kewajiban adat setempat.

(2) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan dalam hal penjatuhan pidana pokok saja tidak cukup untuk mencapai tujuan pemidanaan.

(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan 1 (satu) jenis atau lebih.

(4) Pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidananya.

(5) Pidana tambahan bagi anggota Tentara Nasional Indonesia yang melakukan Tindak Pidana dalam perkara koneksitas dikenakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Tentara Nasional Indonesia.

Pasal 67

Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif.

Pasal 68

(1) Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu.

(2) Pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 (lima belas) tahun berturut-turut atau paling singkat 1 (satu) Hari, kecuali ditentukan minimum khusus.

(3) Dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana atas Tindak Pidana yang dijatuhi pidana penjara 15 (lima belas) tahun, pidana penjara untuk waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk waktu 20 (dua puluh) tahun berturut-turut.

(4) Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh dijatuhkan lebih dari 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 69

(1) Jika narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup telah menjalani pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun, pidana penjara seumur hidup dapat diubah menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan 

pertimbangan Mahkamah Agung.

(2) Ketentuan mengenai tata cara perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 70

(1) Dengan tetap mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54, pidana penjara sedapat mungkin tidak dijatuhkan jika ditemukan keadaan:

a. terdakwa adalah Anak;

b. terdakwa berumur di atas 75 (tujuh puluh lima) tahun;

c. terdakwa baru pertama kali melakukan Tindak Pidana;

d. kerugian dan penderitaan Korban tidak terlalu besar;

e. terdakwa telah membayar ganti rugi kepada Korban;

f. terdakwa tidak menyadari bahwa Tindak Pidana yang dilakukan akan menimbulkan kerugian yang besar;

g. Tindak Pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain;

h. Korban Tindak Pidana mendorong atau menggerakkan terjadinya Tindak Pidana tersebut;

i. Tindak Pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak mungkin terulang lagi;

j. kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan Tindak Pidana yang lain;

k. pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau keluarganya;

l. pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan diperkirakan akan berhasil untuk diri terdakwa;

m. penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat berat Tindak Pidana yang dilakukan terdakwa;

n. Tindak Pidana terjadi di kalangan keluarga; dan/atau

o. Tindak Pidana terjadi karena kealpaan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:

a. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

b. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus;

c. Tindak Pidana tertentu yang sangat membahayakan atau merugikan masyarakat; atau 

d. Tindak Pidana yang merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Pasal 71

(1) Jika seseorang melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun, sedangkan hakim berpendapat tidak perlu menjatuhkan pidana penjara setelah mempertimbangkan tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54, orang tersebut dapat dijatuhi pidana denda.

(2) Pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dijatuhkan jika:

a. tanpa Korban;

b. Korban tidak mempermasalahkan; atau

c. bukan pengulangan Tindak Pidana.

(3) Pidana denda yang dapat dijatuhkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pidana denda paling banyak kategori V dan pidana denda paling sedikit kategori III.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak berlaku bagi orang yang pernah dijatuhi pidana penjara untuk Tindak Pidana yang dilakukan sebelum berumur 18 (delapan belas) tahun.

Pasal 72

(1) Narapidana yang telah menjalani paling singkat 2/3 (dua per tiga) dari pidana penjara yang dijatuhkan dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) Bulan dapat diberi pembebasan bersyarat. 

(2) Narapidana yang menjalani beberapa pidana penjara berturut-turut dianggap jumlah pidananya sebagai 1 (satu) pidana.

(3) Dalam memberikan pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan masa percobaan dan syarat yang harus dipenuhiselama masa percobaan. 

(4) Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani ditambah dengan 1 (satu) tahun.

(5) Narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditahan sebagai tersangka atau terdakwa dalam perkara lain tidak diperhitungkan waktu penahanannya sebagai masa percobaan.

Pasal 73

(1) Syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3) terdiri atas:

a. syarat umum berupa narapidana tidak akan melakukan Tindak Pidana; dan 

b. syarat khusus berupa narapidana harus melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, tanpa mengurangi kemerdekaan beragama dan berpolitik, kecuali ditentukan lain oleh hakim.

(2) Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diubah, 

dihapus, atau diadakan syarat baru yang semata-mata bertujuan untuk pembimbingan narapidana.

(3) Narapidana yang melanggar syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut pembebasan bersyaratnya.

(4) Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dicabut setelah melampaui 3 (tiga) Bulan terhitung sejak saat habisnya masa percobaan, kecuali dalam waktu 3 (tiga) Bulan terhitung sejak habisnya masa percobaan, narapidana dituntut karena melakukan Tindak Pidana yang dilakukan dalam masa percobaan.

(5) Dalam hal narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dijatuhi pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda paling sedikit kategori III, pembebasan bersyarat dicabut.

Pasal 74

(1) Orang yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara karena keadaan pribadi dan perbuatannya dapat dijatuhi pidana tutupan.

(2) Pidana tutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku jika cara melakukan atau akibat dari Tindak Pidana tersebut sedemikian rupa sehingga terdakwa lebih tepat untuk dijatuhi pidana penjara.

Pasal 75

Terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dapat dijatuhi pidana pengawasan dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54 dan Pasal 70.

Pasal 76

(1) Pidana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dijatuhkan paling lama sama dengan pidana penjara yang diancamkan yang tidak lebih dari 3 (tiga) tahun. 

(2) Dalam putusan pidana pengawasan ditetapkan syarat umum, berupa terpidana tidak akan melakukan Tindak Pidana lagi.

(3) Selain syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam putusan juga dapat ditetapkan syarat khusus, berupa:

a. terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa pidana pengawasan harus mengganti seluruh atau sebagian kerugian yang timbul akibat Tindak Pidana yang dilakukan; dan/atau 

b. terpidana harus melakukan atau tidak melakukan sesuatu tanpa mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik. 

(4) Dalam hal terpidana melanggar syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terpidana wajib menjalani pidana penjara yang lamanya tidak lebih dari ancaman pidana penjara bagi Tindak Pidana itu.

(5) Dalam hal terpidana melanggar syarat khusus tanpa alasan yang sah, jaksa berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan mengusulkan kepada hakim agar terpidana menjalani pidana penjara atau memperpanjang masa pengawasan yang ditentukan oleh hakim yang lamanya tidak lebih dari pidana pengawasan yang dijatuhkan.

(6) Jaksa dapat mengusulkan pengurangan masa pengawasan kepada hakim jika selama dalam pengawasan terpidana menunjukkan kelakuan yangbaik, berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan.

(7) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan batas pengurangan dan perpanjangan masa pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 77

(1) Jika terpidana selama menjalani pidana pengawasan melakukan Tindak Pidana dan dijatuhi pidana yang bukan pidana mati atau bukan pidana penjara, pidana pengawasan tetap dilaksanakan.

(2) Jika terpidana dijatuhi pidana penjara, pidana pengawasan ditunda dan dilaksanakan kembali setelah terpidana selesai menjalani pidana penjara.

Pasal 78

(1) Pidana denda merupakan sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan.

(2) Jika tidak ditentukan minimum khusus, pidana denda ditetapkan paling sedikit Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

Pasal 79

(1) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan:

a. kategori I, Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);

b. kategori II, Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); 

c. kategori III, Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); 

d. kategori IV, Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); 

e. kategori V, Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); 

f. kategori VI, Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); 

g. kategori VII, Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan

h. kategori VIII, Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 80

(1) Dalam menjatuhkan pidana denda, hakim wajib mempertimbangkan kemampuan terdakwa dengan memperhatikan penghasilan dan pengeluaran terdakwa secara nyata.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi penerapan minimum khusus pidana denda yang ditetapkan.

Pasal 81

(1) Pidana denda wajib dibayar dalam jangka waktu tertentu yang dimuat dalam putusan pengadilan.

(2) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menentukan pembayaran pidana denda dengan cara mengangsur.

(3) Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar.

Pasal 82

(1) Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) tidak cukup atau tidak memungkinkanuntuk dilaksanakan, pidana denda yang tidak dibayar tersebut diganti dengan pidana penjara, pidana pengawasan, atau pidana kerja sosial 

dengan ketentuan pidana denda tersebut tidak melebihi pidana denda 

kategori II.

(2) Lama pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 

a. untuk pidana penjara pengganti, paling singkat 1 (satu) Bulan dan paling lama 1 (satu) tahun yang dapat diperberat paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) Bulan jika ada pemberatan pidana denda karena perbarengan;

b. untuk pidana pengawasan pengganti, paling singkat 1 (satu) Bulandan paling lama 1 (satu) tahun, berlaku syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) dan ayat (3); atau

c. untuk pidana kerja sosial pengganti paling singkat 8 (delapan) jam dan paling lama 240 (dua ratus empat puluh) jam.

(3) Jika pada saat menjalani pidana pengganti sebagian pidana denda dibayar,lama pidana pengganti dikurangi menurut ukuran yang sepadan.

 (4) Perhitungan lama pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada ukuran untuk setiap pidana denda Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) atau kurang yang disepadankan dengan:

a. 1 (satu) jam pidana kerja sosial pengganti; atau

b. 1 (satu) Hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti.

Pasal 83

(1) Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) tidak dapat dilakukan, pidana denda di atas kategori II yang tidak dibayar diganti dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama sebagaimana diancamkan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) berlaku juga untuk ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai pidana penjara pengganti.

Pasal 84

Setiap Orang yang telah berulang kali dijatuhi pidana denda untuk Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II dapat dijatuhi pidana pengawasan paling lama 6 (enam) Bulan dan pidana denda yang diperberat paling banyak 1/3 (satu per tiga).

Pasal 85

(1) Pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

(2) Dalam menjatuhkan pidana kerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib mempertimbangkan:

a. pengakuan terdakwa terhadap Tindak Pidana yang dilakukan;

b. kemampuan kerja terdakwa; 

c. persetujuan terdakwa sesudah dijelaskan mengenai tujuan dan segala hal yang berhubungan dengan pidana kerja sosial;

d. riwayat sosial terdakwa;

e. pelindungan keselamatan kerja terdakwa;

f. keyakinan agama dan politik terdakwa; dan

g. kemampuan terdakwa membayar pidana denda.

(3) Pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan.

(4) Pidana kerja sosial dijatuhkan paling singkat 8 (delapan) jam dan palinglama 240 (dua ratus empat puluh) jam.

(5) Pidana kerja sosial dilaksanakan paling lama 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) Hari dan dapat diangsur dalam waktu paling lama 6 (enam) Bulan dengan memperhatikan kegiatan terpidana dalam menjalankan mata pencahariannya dan/atau kegiatan lain yang bermanfaat.

(6) Pelaksanaan pidana kerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dimuat dalam putusan pengadilan.

(7) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) juga memuat perintah jika terpidana tanpa alasan yang sah tidak melaksanakan seluruh atau sebagian pidana kerja sosial, terpidana wajib:

a. mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut; 

b. menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut; atau

c. membayar seluruh atau sebagian pidana denda yang diganti dengan pidana kerja sosial atau menjalani pidana penjara sebagai pengganti pidana denda yang tidak dibayar. 

(8) Pengawasan terhadap pelaksanaan pidana kerja sosial dilakukan oleh jaksa dan pembimbingan dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.

(9) Putusan pengadilan mengenai pidana kerja sosial juga harus memuat:

a. lama pidana penjara atau besarnya denda yang sesungguhnya dijatuhkan oleh hakim;

b. lama pidana kerja sosial harus dijalani, dengan mencantumkan jumlah jam per Hari dan jangka waktu penyelesaian pidana kerja sosial; dan

c. sanksi jika terpidana tidak menjalani pidana kerja sosial yang dijatuhkan.

Pasal 86

Pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a dapat berupa:

a. hak memegang jabatan publik pada umumnya atau jabatan tertentu;

b. hak menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; 

c. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 

d. hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu, atau pengampu pengawas atas orang yang bukan Anaknya sendiri; 

e. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian, atau mengampu atas Anaknya sendiri; 

f. hak menjalankan profesi tertentu; dan/atau

g. hak memperoleh pembebasan bersyarat.



Pasal 87

Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f hanya dapat 

dilakukan jika pelaku dipidana karena melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih berupa:

a. Tindak Pidana terkait jabatan atau Tindak Pidana yang melanggar kewajiban khusus suatu jabatan; 

b. Tindak Pidana yang terkait dengan profesinya; atau

c. Tindak Pidana dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan atau profesinya.

Pasal 88

Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf d dan huruf e, hanya dapat dilakukan jika pelaku dipidana karena:

a. dengan sengaja melakukan Tindak Pidana bersama-sama dengan Anak yang berada dalam kekuasaannya; atau

b. melakukan Tindak Pidana terhadap Anak yang berada dalam kekuasaannya. 

Pasal 89

Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf g hanya dapat dilakukan jika pelaku dipidana karena:

a. melakukan Tindak Pidana jabatan atau Tindak Pidana yang melanggar kewajiban khusus suatu jabatan; 

b. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan; atau

c. melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau lebih.

Pasal 90

(1) Jika pidana pencabutan hak dijatuhkan, lama pencabutan wajib ditentukan jika:

a. dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup, pencabutan hak dilakukan untuk selamanya; 

b. dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan, atau pidana pengawasan untuk waktu tertentu, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang dijatuhkan; atau

c. dijatuhi pidana denda, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun. 

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku jika yang dicabut adalah hak memperoleh pembebasan bersyarat.

(3) Pidana pencabutan hak mulai berlaku pada tanggal putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 91

Pidana tambahan berupa perampasan Barang tertentu dan/atau tagihansebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b yang dapat dirampas meliputi Barang tertentu dan/atau tagihan:

a. yang dipergunakan untuk mewujudkan atau mempersiapkan Tindak Pidana;

b. yang khusus dibuat atau diperuntukkan mewujudkan Tindak Pidana;

c. yang berhubungan dengan terwujudnya Tindak Pidana;

d. milik terpidana atau orang lain yang diperoleh dari Tindak Pidana;

e. dari keuntungan ekonomi yang diperoleh, baik secara langsung maupun tidak langsung dari Tindak Pidana; dan/atau

f. yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Pasal 92

(1) Pidana tambahan berupa perampasan Barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dapat dijatuhkan atas Barang yang tidak disita dengan menentukan bahwa Barang tersebut harus diserahkan atau diganti dengan sejumlah uang menurut taksiran hakim sesuai dengan hargapasar.

(2) Dalam hal Barang yang tidak disita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diserahkan, Barang tersebut diganti dengan sejumlah uang menurut taksiran hakim sesuai dengan harga pasar.

(3) Jika terpidana tidak mampu membayar seluruh atau sebagian harga pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberlakukan ketentuan pidana pengganti untuk pidana denda.

Pasal 93

(1) Jika dalam putusan pengadilan diperintahkan supaya putusan diumumkan, harus ditetapkan cara melaksanakan pengumuman tersebut dengan biaya yang ditanggung oleh terpidana.

(2) Jika biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar oleh terpidana, diberlakukan ketentuan pidana pengganti untuk pidana denda.

Pasal 94

(1) Dalam putusan pengadilan dapat ditetapkan kewajiban terpidana untuk 

melaksanakan pembayaran ganti rugi kepada Korban atau ahli waris 

sebagai pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d.

(2) Jika kewajiban pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 

(1) tidak dilaksanakan, diberlakukan ketentuan tentang pelaksanaan pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 sampai dengan Pasal 83 secara mutatis mutandis.

Pasal 95

(1) Pidana tambahan berupa pencabutan izin dikenakan kepada pelaku dan pembantu Tindak Pidana yang melakukan Tindak Pidana yang berkaitan dengan izin yang dimiliki.

(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan denganmempertimbangkan:

a. keadaan yang menyertai Tindak Pidana yang dilakukan; 

b. keadaan yang menyertai pelaku dan pembantu Tindak Pidana; dan

c. keterkaitan kepemilikan izin dengan usaha atau kegiatan yang dilakukan. 

(3) Dalam hal dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan, atau pidana pengawasan untuk waktu tertentu, pencabutan izin dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang dijatuhkan.

(4) Dalam hal dijatuhi pidana denda, pencabutan izin berlaku paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.

(5) Pidana pencabutan izin mulai berlaku pada tanggal putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 96

(1) Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat diutamakan jika Tindak Pidana yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

(2) Pemenuhan kewajiban adat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebanding dengan pidana denda kategori II dan dapat dikenaipidana pengganti untuk pidana denda jika kewajiban adat setempat tidak dipenuhi atau tidak dijalani oleh terpidana.

(3) Pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa ganti rugi.

Pasal 97

Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat dapat dijatuhkan walaupun tidak tercantum dalam perumusan Tindak Pidana dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 2 ayat (2).

Pasal 98

Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat.

Pasal 99

(1) Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden.

(2) Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan Di Muka Umum.

(3) Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang Undang.

(4) Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh.

Pasal 100

(1) Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan mempertimbangkan:

a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; 

b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana; atau 

c. ada alasan yang meringankan.

(2) Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.

(3) Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

(4) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.

(5) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak adaharapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.

Pasal 101

Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 (sepuluh) tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden.

Pasal 102

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana mati diatur dengan Undang-Undang.

Paragraf 2

Tindakan

Pasal 103

(1) Tindakan yang dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok berupa:

a. konseling;

b. rehabilitasi;

c. pelatihan kerja;

d. perawatan di lembaga; dan/atau

e. perbaikan akibat Tindak Pidana.

(2) Tindakan yang dapat dikenakan kepada Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39 berupa:

a. rehabilitasi;

b. penyerahan kepada seseorang;

c. perawatan di lembaga;

d. penyerahan kepada pemerintah; dan/atau

e. perawatan di rumah sakit jiwa.

(3) Jenis, jangka waktu, tempat, dan/atau pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam putusan pengadilan.

Pasal 104

Dalam menjatuhkan putusan berupa tindakan, hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54.

Pasal 105

(1) Tindakan rehabilitasi dikenakan kepada terdakwa yang:

a. kecanduan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; 

dan/atau 

b. menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual.

(2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. rehabilitasi medis; dan

b. rehabilitasi psikososial.

Pasal 106

(1) Dalam mengenakan tindakan pelatihan kerja, hakim wajib mempertimbangkan:

a. kemanfaatan bagi terdakwa;

b. kemampuan terdakwa; dan 

c. jenis pelatihan kerja.

(2) Dalam menentukan jenis pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, hakim wajib memperhatikan pengalaman kerja dan tempat tinggal terdakwa.

Pasal 107

Tindakan perawatan di lembaga dikenakan berdasarkan keadaan pribadi terdakwa serta demi kepentingan terdakwa dan masyarakat.

Pasal 108

Tindakan perbaikan akibat Tindak Pidana adalah upaya memulihkan atau memperbaiki kerusakan akibat Tindak Pidana menjadi seperti semula. 

Pasal 109

Tindakan penyerahan terdakwa kepada pemerintah atau seseorang dikenakan demi kepentingan terdakwa dan masyarakat.

Pasal 110

(1) Tindakan perawatan di rumah sakit jiwa dikenakan terhadap terdakwa yang dilepaskan dari segala tuntutan hukum dan masih dianggap berbahaya berdasarkan hasil penilaian dokter jiwa.

(2) Penghentian tindakan perawatan di rumah sakit jiwa dilakukan jika yang 

bersangkutan tidak memerlukan perawatan lebih lanjut berdasarkan hasil penilaian dokter jiwa.

(3) Penghentian tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan penetapan hakim yang memeriksa perkara pada tingkat pertama yang diusulkan oleh jaksa.

Pasal 111

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 110 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga

Diversi, Tindakan, dan Pidana bagi Anak

Paragraf 1

Diversi


Pasal 112

(1) Anak yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 

di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan Tindak Pidana wajib diupayakan diversi.

(2) Tata cara diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Undang-Undang.

Paragraf 2

Tindakan

Pasal 113

(1) Setiap Anak dapat dikenai tindakan berupa:

a. pengembalian kepada Orang Tua/wali; 

b. penyerahan kepada seseorang; 

c. perawatan di rumah sakit jiwa; 

d. perawatan di lembaga;

e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; 

f. pencabutan Surat izin mengemudi; dan/atau 

g. perbaikan akibat Tindak Pidana.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.

(3) Anak di bawah umur 14 (empat belas) tahun tidak dapat dijatuhi pidana dan hanya dapat dikenai tindakan.

Paragraf 3

Pidana

Pasal 114

Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap Anak berupa:

a. pidana pokok; dan

b. pidana tambahan.

Pasal 115

Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a terdiri atas: 

a. pidana peringatan; 

b. pidana dengan syarat: 

1. pembinaan di luar lembaga;

2. pelayanan masyarakat; atau

3. pengawasan.

c. pelatihan kerja; 

d. pembinaan dalam lembaga; dan 

e. pidana penjara. 

Pasal 116

Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf b terdiri atas: 

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana; atau 

b. pemenuhan kewajiban adat.

Pasal 117

Ketentuan mengenai diversi, tindakan, dan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 116 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Bagian Keempat

Pidana dan Tindakan bagi Korporasi

Paragraf 1

Pidana

Pasal 118

Pidana bagi Korporasi terdiri atas:

a. pidana pokok; dan

b. pidana tambahan. 

Pasal 119

Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 huruf a adalah pidana 

denda.

Pasal 120

(1) Pidana tambahan bagi Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118

huruf b terdiri atas:

a. pembayaran ganti rugi;

b. perbaikan akibat Tindak Pidana;

c. pelaksanaan kewajiban yang telah dilalaikan;

d. pemenuhan kewajiban adat.

e. pembiayaan pelatihan kerja;

f. perampasan Barang atau keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana;

g. pengumuman putusan pengadilan;

h. pencabutan izin tertentu; 

i. pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;

j. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan Korporasi;

k. pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan usaha Korporasi; dan

l. pembubaran Korporasi.

(2) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, huruf j, dan huruf k dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.

(3) Dalam hal Korporasi tidak melaksanakan pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e, kekayaan atau pendapatan Korporasi dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk memenuhi pidana tambahan yang tidak dipenuhi.

Pasal 121

(1) Pidana denda untuk Korporasi paling sedikit kategori IV, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.

(2) Dalam hal Tindak Pidana yang dilakukan diancam dengan:

a. pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VI;

b. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) sampai dengan paling lama 15 (lima belas) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VII; atau

c. pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VIII.

Pasal 122

(1) Pidana denda wajib dibayar dalam jangka waktu tertentu yang dimuat 

dalam putusan pengadilan.

(2) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menentukan pembayaran pidana denda dengan cara mengangsur.

(3) Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan Korporasi dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar.

(4) Dalam hal kekayaan atau pendapatan Korporasi tidak mencukupi untuk melunasi pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Korporasi dikenai pidana pengganti berupa pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi.

Paragraf 2

Tindakan

Pasal 123

Tindakan yang dapat dikenakan bagi Korporasi:

a. pengambilalihan Korporasi; 

b. penempatan di bawah pengawasan; dan/atau

c. penempatan Korporasi di bawah pengampuan.

Pasal 124

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan bagi Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 sampai dengan Pasal 123 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima Perbarengan

Pasal 125

(1) Suatu perbuatan yang memenuhi lebih dari 1 (satu) ketentuan pidana yang diancam dengan ancaman pidana yang sama hanya dijatuhi 1 (satu)pidana, sedangkan jika ancaman pidananya berbeda dijatuhi pidana pokok yang paling berat.

(2) Suatu perbuatan yang diatur dalam aturan pidana umum dan aturan pidana khusus hanya dijatuhi aturan pidana khusus, kecuali UndangUndang menentukan lain.

Pasal 126

(1) Jika terjadi perbarengan beberapa Tindak Pidana yang saling berhubungan sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut dan diancam dengan ancaman pidana yang sama, hanya dijatuhi 1 (satu) pidana.

(2) Jika perbarengan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam dengan pidana yang berbeda, hanya dijatuhi pidana pokok yang 

terberat.

Pasal 127

(1) Jika terjadi perbarengan beberapa Tindak Pidana yang harus dipandang sebagai Tindak Pidana yang berdiri sendiri dan diancam dengan pidana pokok yang sejenis, hanya dijatuhkan 1 (satu) pidana.

(2) Maksimum pidana untuk perbarengan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah pidana yang diancamkan pada semua Tindak Pidana tersebut, tetapi tidak melebihi pidana yang terberat ditambah 1/3 (satu per tiga).

Pasal 128

(1) Jika terjadi perbarengan beberapa Tindak Pidana yang harus dipandang sebagai Tindak Pidana yang berdiri sendiri dan diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, pidana yang dijatuhkan adalah semua jenis pidana untuk Tindak Pidana masing-masing, tetapi tidak melebihi 

maksimum pidana yang terberat ditambah 1/3 (satu per tiga).

(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam pidana denda, penghitungan denda didasarkan pada lama maksimum pidana penjara pengganti pidana denda.

(3) Jika Tindak Pidana yang dilakukan diancam dengan pidana minimum,minimum pidana untuk perbarengan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah pidana minimum khusus untuk Tindak Pidana masingmasing, tetapi tidak melebihi pidana minimum khusus terberat ditambah 

1/3 (satu per tiga).

Pasal 129

Jika dalam perbarengan Tindak Pidana dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, terdakwa tidak boleh dijatuhi pidana lain, kecuali pidana tambahan, yakni:

a. pencabutan hak tertentu;

b. perampasan Barang tertentu; dan/atau

c. pengumuman putusan pengadilan.

Pasal 130

(1) Jika terjadi perbarengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 dan Pasal 129, penjatuhan pidana tambahan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pidana pencabutan hak yang sama dijadikan satu dengan ketentuan: 

1. paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih 

lama dari pidana pokok yang dijatuhkan; atau

2. apabila pidana pokok yang diancamkan hanya pidana denda, lama pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.

b. pidana pencabutan hak yang berbeda dijatuhkan secara sendirisendiri untuk tiap Tindak Pidana tanpa dikurangi; atau

c. pidana perampasan Barang tertentu atau pidana pengganti dijatuhkan secara sendiri-sendiri untuk tiap Tindak Pidana tanpa dikurangi.

(2) Ketentuan mengenai lamanya pidana pengganti bagi pidana perampasan Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berlaku ketentuan pidana pengganti untuk denda.

Pasal 131

(1) Jika Setiap Orang telah dijatuhi pidana dan kembali dinyatakan bersalah melakukan Tindak Pidana lain sebelum putusan pidana itu dijatuhkan,pidana yang terdahulu diperhitungkan terhadap pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan perbarengan sebagaimana 

dimaksud dalam Pasal 125 sampai dengan Pasal 130, seperti jika Tindak Pidana itu diadili secara bersama.

(2) Jika pidana yang dijatuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah mencapai maksimum pidana, hakim cukup menyatakan bahwa terdakwa bersalah tanpa perlu diikuti pidana.

BAB IV

GUGURNYA KEWENANGAN PENUNTUTAN DAN PELAKSANAAN PIDANA

Bagian Kesatu

Gugurnya Kewenangan Penuntutan

Pasal 132

(1) Kewenangan penuntutan dinyatakan gugur jika:

a. ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum 

tetap terhadap Setiap Orang atas perkara yang sama;

b. tersangka atau terdakwa meninggal dunia;

c. kedaluwarsa;

d. maksimum pidana denda dibayar dengan sukarela bagi Tindak Pidana 

yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori III;

e. maksimum pidana denda kategori IV dibayar dengan sukarela bagi 

Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun; 

f. ditariknya pengaduan bagi Tindak Pidana aduan; atau

g. telah ada penyelesaian di luar proses peradilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

(2) Ketentuan mengenai gugurnya kewenangan penuntutan bagi Korporasi memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121.

Pasal 133

(1) Pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1) huruf d dan huruf e serta biaya yang telah dikeluarkan jika penuntutan telah dimulai, dibayarkan kepada Pejabat yang berwenang dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

(2) Jika diancamkan pula pidana tambahan berupa perampasan Barang atau tagihan, Barang dan/atau tagihan yang dirampas harus diserahkan atau harus dibayar menurut taksiran Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal Barang dan/atau tagihan tersebut sudah tidak berada dalam kekuasaan terpidana.

(3) Jika pidana diperberat karena pengulangan, pemberatan tersebut tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap Tindak Pidana yang dilakukan lebih dahulu gugur berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1) huruf d dan huruf e.

Pasal 134

Seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam 1 (satu) perkara yang sama jika untuk perkara tersebut telah ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 135

Jika putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 berasal dari pengadilan luar negeri, terhadap Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana yang sama tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal:

a. putusan bebas dari tuduhan atau lepas dari segala tuntutan hukum; atau

b. putusan berupa pemidanaan dan pidananya telah dijalani seluruhnya,

telah diberi ampun, atau pelaksanaan pidana tersebut kedaluwarsa.

Pasal 136

(1) Kewenangan penuntutan dinyatakan gugur karena kedaluwarsa apabila:

a. setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau hanya denda paling banyak kategori III;

b. setelah melampaui waktu 6 (enam) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. setelah melampaui waktu 12 (dua belas) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 3 (tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun;

d. setelah melampaui waktu 18 (delapan belas) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun; dan

e. setelah melampaui waktu 20 (dua puluh) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati.

(2) Dalam hal Tindak Pidana dilakukan oleh Anak, tenggang waktu gugurnya kewenangan untuk menuntut karena kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangi menjadi 1/3 (satu per tiga).

Pasal 137

Jangka waktu kedaluwarsa dihitung mulai keesokan hari setelah perbuatan dilakukan, kecuali bagi:

a. Tindak Pidana pemalsuan dan Tindak Pidana perusakan mata uang, kedaluwarsa dihitung mulai keesokan harinya setelah Barang yang dipalsukan atau mata uang yang dirusak digunakan; atau

b. Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 454, Pasal 455, dan Pasal 456 kedaluwarsa dihitung mulai keesokan harinya setelah Korban Tindak Pidana dilepaskan atau mati sebagai akibat langsung dari Tindak Pidana tersebut.

Pasal 138

(1) Tindakan penuntutan Tindak Pidana menghentikan tenggang waktu kedaluwarsa.

(2) Penghentian tenggang waktu kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung keesokan hari setelah tersangka atau terdakwa mengetahui atau diberitahukan mengenai penuntutan terhadap dirinya yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Setelah kedaluwarsa dihentikan karena tindakan penuntutan, mulai diberlakukan tenggang waktu kedaluwarsa baru.

Pasal 139

Apabila penuntutan dihentikan untuk sementara waktu karena ada sengketa hukum yang harus diputuskan lebih dahulu, tenggang waktu kedaluwarsa penuntutan menjadi tertunda sampai sengketa tersebut mendapatkan putusan. 

Bagian Kedua

Gugurnya Kewenangan Pelaksanaan Pidana

Pasal 140

Kewenangan pelaksanaan pidana dinyatakan gugur, jika:

a. terpidana meninggal dunia; 

b. kedaluwarsa;

c. terpidana mendapat grasi atau amnesti; atau

d. penyerahan untuk pelaksanaan pidana ke negara lain.

Pasal 141

Jika terpidana meninggal dunia, pidana perampasan Barang tertentu dan/atau tagihan yang telah disita tetap dapat dilaksanakan. 

Pasal 142

(1) Kewenangan pelaksanaan pidana gugur karena kedaluwarsa setelah berlaku tenggang waktu yang sama dengan tenggang waktu kedaluwarsa kewenangan menuntut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ditambah 1/3 (satu per tiga).

(2) Tenggang waktu kedaluwarsa pelaksanaan pidana harus melebihi lama pidana yang dijatuhkan kecuali untuk pidana penjara seumur hidup.

(3) Pelaksanaan pidana mati tidak mempunyai tenggang waktu kedaluwarsa.

(4) Jika pidana mati diubah menjadi pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101, kewenangan pelaksanaan pidana gugur karena kedaluwarsa setelah lewat waktu yang sama dengan tenggang waktu kedaluwarsa kewenangan menuntut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1) huruf e ditambah 1/3 (satu per tiga) dari tenggang waktu kedaluwarsa tersebut.

Pasal 143

(1) Tenggang waktu kedaluwarsa pelaksanaan pidana dihitung keesokan harinya sejak putusan pengadilan dapat dilaksanakan.

(2) Apabila terpidana melarikan diri sewaktu menjalani pidana maka tenggang waktu kedaluwarsa dihitung keesokan harinya sejak tanggal terpidanatersebut melarikan diri.

(3) Apabila pembebasan bersyarat terhadap narapidana dicabut, tenggang waktu kedaluwarsa dihitung keesokan harinya sejak tanggal pencabutan.

(4) Tenggang waktu kedaluwarsa pelaksanaan pidana ditunda selama: 

a. pelaksanaan pidana tersebut ditunda berdasarkan peraturan perundang-undangan; atau

b. terpidana dirampas kemerdekaannya meskipun perampasan kemerdekaan tersebut berkaitan dengan putusan pengadilan untuk Tindak Pidana lain.

BAB V

PENGERTIAN ISTILAH

Pasal 144

Tindak Pidana adalah termasuk juga permufakatan jahat, persiapan, percobaan, dan pembantuan melakukan Tindak Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang.

32

Pasal 145

Setiap Orang adalah orang perseorangan, termasuk Korporasi. 

Pasal 146

Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, atau yang disamakan dengan itu, maupun perkumpulan yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbentuk firma, persekutuan komanditer, atau yang disamakan dengan itu.

Pasal 147

Barang adalah benda berwujud atau tidak berwujud, benda bergerak atau tidak bergerak termasuk air dan uang giral, aliran listrik, gas, data, dan program Komputer.

Pasal 148

Surat adalah dokumen yang ditulis di atas kertas, termasuk juga dokumen atau data yang tertulis atau tersimpan dalam disket, pita magnetik, atau media penyimpan Komputer atau media penyimpan data elektronik lain.

Pasal 149

Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik dan mental dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh Tindak Pidana.

Pasal 150

Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun.

Pasal 151

Orang Tua adalah termasuk juga kepala keluarga.

Pasal 152

Ayah adalah termasuk juga orang yang menjalankan kekuasaan yang sama dengan Ayah.

Pasal 153

Kekuasaan Ayah adalah termasuk juga kekuasaan kepala keluarga.

Pasal 154

Pejabat adalah setiap warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara, atau diserahi tugas lain oleh negara, dan digaji berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu:

a. aparatur sipil negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia;

b. pejabat negara;

c. pejabat publik;

d. pejabat daerah;

e. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;

f. orang yang menerima gaji atau upah dari Korporasi yang seluruh atau sebagian besar modalnya milik negara atau daerah; atau

g. pejabat lain yang ditentukan berdasarkan peraturan perundangundangan.


Pasal 155

Luka Berat adalah: 

a. sakit atau luka yang tidak ada harapan untuk sembuh dengan sempurna atau yang dapat menimbulkan bahaya maut;

b. terus-menerus tidak cakap lagi melakukan tugas, jabatan, atau pekerjaan;

c. tidak dapat menggunakan lagi salah satu panca indera atau salah satu anggota tubuh;

d. cacat berat atau cacat permanen;

e. lumpuh;

f. daya pikir terganggu selama lebih dari 4 (empat) minggu; atau

g. gugur atau matinya kandungan.

Pasal 156

Kekerasan adalah setiap perbuatan dengan atau tanpa menggunakan kekuatan fisik yang menimbulkan bahaya bagi badan atau nyawa, mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, atau psikologis, dan merampas kemerdekaan, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya.

Pasal 157

Ancaman Kekerasan adalah setiap perbuatan berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan maupun tanpa menggunakan sarana dalam bentuk elektronik atau nonelektronik yang dapat menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya Kekerasan.

Pasal 158

Di Muka Umum adalah di suatu tempat atau Ruang yang dapat dilihat, didatangi, diketahui atau disaksikan oleh orang lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui media elektronik yang membuat publik dapat mengakses Informasi Elektronik atau dokumen elektronik.

Pasal 159

Harta Kekayaan adalah benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang memiliki nilai ekonomi.

Pasal 160

Makar adalah niat untuk melakukan suatu perbuatan yang telah diwujudkan dengan adanya persiapan perbuatan tersebut.

Pasal 161

Perang adalah termasuk juga Perang saudara dengan mengangkat senjata.

Pasal 162

Waktu Perang adalah termasuk waktu di mana bahaya Perang mengancam dan/atau ada perintah untuk mobilisasi Tentara Nasional Indonesia dan selama keadaan mobilisasi tersebut masih berlangsung. 

Pasal 163

Musuh adalah termasuk juga pemberontak dan negara atau kekuasaan yang diperkirakan akan menjadi lawan Perang.

Pasal 164

Masuk adalah termasuk mengakses Komputer atau Masuk ke dalam sistem Komputer.

Pasal 165

Memanjat adalah termasuk Masuk dengan melalui lubang yang sudah ada tetapi tidak untuk tempat orang lewat, atau Masuk melalui lubang dalam tanah yang sengaja digali, atau Masuk melalui atau menyeberangi selokan atau parit yang gunanya sebagai pembatas halaman.

Pasal 166

Anak Kunci Palsu adalah anak kunci duplikat termasuk juga segala perkakas, sistem elektronik, atau yang disamakan dengan itu yang tidak dimaksudkan untuk membuka kunci yang digunakan untuk membuka kunci.

Pasal 167

Ruang adalah termasuk bentangan atau terminal Komputer yang dapat diakses dengan cara tertentu.

Pasal 168

Bangunan Listrik adalah bangunan yang digunakan untuk membangkitkan, mengalirkan, mengubah, atau menyerahkan tenaga listrik, termasuk alat yang berhubungan dengan itu, yaitu alat penjaga keselamatan, alat pemasang, alat pendukung, alat pencegah, atau alat pemberi peringatan.

Pasal 169

Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optikal, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.

Pasal 170

Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, mempertukarkan data secara elektronik, Surat elektronik, telegram, pengkopian jarak jauh atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Pasal 171

Kode Akses adalah angka, huruf, simbol lainnya atau kombinasi diantaranya yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer, jaringan Komputer, internet, atau media elektronik lainnya.

Pasal 172

Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bunyi pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan Di Muka Umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Pasal 173

Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau usaha dagang.

Pasal 174

Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.

Pasal 175

Penumpang adalah orang selain Nakhoda dan Anak Buah Kapal yang berada di Kapal atau orang selain kapten penerbang dan awak Pesawat Udara lain yang berada dalam Pesawat Udara.

Pasal 176

Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda.

Pasal 177

Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas Kapal oleh pemilik atau operator Kapal yang melakukan tugas di atas Kapal sesuai dengan jabatannya.

Pasal 178

Kapal Indonesia adalah Kapal yang didaftar di Indonesia dan memperoleh Surat tanda kebangsaan Kapal Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Pasal 179

Nakhoda adalah salah seorang Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di Kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 180

Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan

Pasal 181

Dalam Penerbangan adalah jangka waktu sejak saat semua pintu luar Pesawat Udara ditutup setelah naiknya Penumpang sampai saat pintu dibuka untuk penurunan Penumpang, atau dalam hal terjadi pendaratan darurat penerbangan dianggap terus berlangsung sampai saat penguasa yang berwenang mengambil alih tanggung jawab atas Pesawat Udara dan Barang yang ada di dalam Pesawat Udara.

Pasal 182

Dalam Dinas Penerbangan adalah jangka waktu sejak saat Pesawat Udara disiapkan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu sampai lewat 24 (dua puluh empat) jam sesudah pendaratan. 

Pasal 183

Ternak adalah hewan peliharaan yang diperuntukan sebagai sumber pangan dan sumber mata pencaharian.

Pasal 184

Bulan adalah waktu 30 (tiga puluh) Hari.

Pasal 185

Hari adalah waktu selama 24 (dua puluh empat) jam.

Pasal 186

Malam adalah waktu di antara matahari terbenam dan matahari terbit.



BAB VI

ATURAN PENUTUP

Pasal 187

Ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab V Buku Kesatu berlaku juga bagi perbuatan yang dapat dipidana menurut peraturan perundang-undangan lain, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang.

BUKU KEDUA

TINDAK PIDANA

BAB I

TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN NEGARA

Bagian Kesatu

Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara

Paragraf 1

Penyebaran atau Pengembangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme

Pasal 188

(1) Setiap Orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apapun dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) mengakibatkan terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau kerugian Harta Kekayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan orang menderita Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

(5) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan 

matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

(6) Tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran komunisme/marxisme-leninisme untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Pasal 189

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun, Setiap Orang yang:

a. mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga menganut ajaran 

komunisme/marxisme-leninisme; atau

b. mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada atau menerima bantuan dari organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang sepatutnya diketahui menganut ajaran komunisme/marxismeleninisme dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan

pemerintah yang sah.

Paragraf 2

Peniadaan dan Penggantian Ideologi Pancasila

Pasal 190

(1) Setiap Orang yang menyatakan keinginannya Di Muka Umum dengan lisan, tulisan, atau melalui media apapun untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan:

a. terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau timbulnya kerugian Harta Kekayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun;

b. terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan orang menderita Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun; atau

c. terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Bagian Kedua

Tindak Pidana Makar

Paragraf 1

Makar terhadap Presiden dan Wakil Presiden

Pasal 191

Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan Presiden atau Wakil Presiden atau menjadikan Presiden atau Wakil Presiden tidak mampu menjalankan pemerintahan dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Paragraf 2

Makar terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pasal 192

Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Paragraf 3

Makar terhadap Pemerintah yang Sah

Pasal 193

(1) Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud menggulingkan pemerintah yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

(2) Pemimpin atau pengatur Makar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 194

(1) Dipidana karena pemberontakan dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, Setiap Orang yang:

a. melawan pemerintah yang sah dengan menggunakan kekuatan senjata; atau

b. dengan maksud untuk melawan pemerintah yang sah bergerak bersama-sama atau menyatukan diri dengan gerombolan yang melawan pemerintah yang sah dengan menggunakan kekuatan 

senjata.

(2) Pemimpin atau pengatur pemberontakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 195

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun, Setiap Orang yang:

a. mengadakan hubungan dengan orang atau organisasi yang berkedudukan di luar negeri dengan maksud:

1. membujuk orang atau organisasi;

2. memperkuat niat dari orang atau organisasi;

3. menjanjikan atau memberikan bantuan kepada orang atau organisasi; atau

4. memasukkan suatu Barang ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,untuk

menggulingkan atau mengambil alih pemerintah yang sah; 

b. memasukkan suatu Barang ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dapat dipergunakan untuk memberikan bantuan materil dalam mempersiapkan, memudahkan, atau melakukan 

penggulingan dan/atau pengambilalihan pemerintah yang sah, padahal diketahui atau ada alasan yang kuat untuk menduga bahwa Barang tersebut digunakan untuk maksud tersebut; atau

c. menguasai atau menjadikan suatu Barang sebagai pokok perjanjian yang dapat digunakan untuk memberikan bantuan materiel dalam mempersiapkan, memudahkan, atau melakukan penggulingandan/atau pengambilalihan pemerintah yang sah, padahal mengetahui atau ada alasan yang kuat untuk menduga bahwa Barang tersebut digunakan untuk maksud tersebut, atau Barang lain sebagai penggantinya dimasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk maksud tersebut, atau digunakan untuk maksud tersebut oleh orang atau badan yang berkedudukan di luar negeri.

(2) Barang yang digunakan untuk melakukan atau yang berhubungan dengan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dirampas untuk negara atau dimusnahkan.

Pasal 196

(1) Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat atau persiapan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal 194 dipidana.

(2) Setiap Orang yang mempersiapkan perubahan ketatanegaraan secara konstitusional tidak dipidana.

Bagian Ketiga

Tindak Pidana terhadap Pertahanan Negara

Paragraf 1

Pertahanan Negara

Pasal 197

Setiap Orang yang tanpa wewenang membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan, atau mengangkut gambar potret, gambar lukis,gambar tangan, atau video pengukuran, penulisan, keterangan, atau petunjuk lain mengenai suatu hal yang bersangkutan dengan kepentingan pertahanan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 198

Setiap Orang yang ditugaskan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengadakan perundingan dengan negara asing bertindak merugikan pertahanan negara,dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

Pasal 199

(1) Setiap warga negara Indonesia yang ikut serta melakukan Perang atau latihan militer atau bergabung dalam suatu organisasi tertentu untuk 

melakukan Perang atau latihan militer di luar negeri dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mendapat persetujuan Pemerintah Indonesia.

Pasal 200

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, Setiap Orang yang:

a. dalam suatu Perang yang tidak melibatkan Indonesia, melakukan perbuatan yang membahayakan sikap kenetralan negara atau melanggar suatu peraturan yang khusus dibuat oleh Pemerintah Indonesia untuk menjaga kenetralan negara; atau

b. dalam Waktu Perang, melanggar suatu peraturan yang dikeluarkan dan diumumkan oleh Pemerintah Indonesia untuk kepentingan pertahanan keamanan negara.

Pasal 201

Setiap Orang yang tanpa izin Presiden atau Pejabat yang diberi wewenang, mengajak warga negara Indonesia untuk menjadi anggota tentara asing dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Pasal 202

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang tanpa wewenang:

a. memasuki wilayah yang sedang dibangun untuk keperluan pertahanan keamanan negara dalam jarak kurang dari 500 (lima ratus) meter, kecuali pada jalan besar untuk lalu lintas umum;

b. memasuki bangunan angkatan darat, angkatan laut, atau angkatan udara, serta Pesawat Udara atau kapal perang melalui jalan lain dari jalan Masuk biasa;

c. membawa alat pemotret ke dalam suatu bagian lapangan yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

d. mempunyai hasil pemotretan, gambar, atau uraian dari proyek pertahanan keamanan negara dari seluruh atau sebagian lapangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

Paragraf 2

Pengkhianatan terhadap Negara dan Pembocoran Rahasia Negara

Pasal 203

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, Setiap Orang yang:

a. mengadakan hubungan dengan negara asing atau organisasi asing dengan maksud menggerakkannya untuk melakukan perbuatan

permusuhan atau Perang dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 

b. memperkuat niat negara asing atau organisasi asing tersebut untuk melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau 

c. menjanjikan bantuan atau membantu negara asing atau organisasi asing mempersiapkan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

(2) Jika perbuatan permusuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya Perang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 204

Setiap Orang yang mengumumkan, memberitahukan, atau memberikan Surat, berita, atau keterangan mengenai suatu hal kepada negara asing atau organisasi asing, padahal orang tersebut mengetahui bahwa hal tersebut harus dirahasiakan untuk kepentingan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. 

Pasal 205

Setiap Orang yang mengumumkan, memberitahukan, atau memberikan kepada orang yang tidak berhak mengetahui seluruh atau sebagian Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara yang berhubungan dengan pertahanan dan keamanan negara terhadap serangan dari luar, yang ada padanya, atau yang diketahuinya mengenai isi, bentuk, atau cara membuat Barang rahasia tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Pasal 206

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:

a. memberikan fasilitas kepada orang yang diketahuinya tidak mempunyai wewenang, mempunyai niat atau sedang mencoba untuk mengetahui seluruh atau sebagian Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 205 atau untuk mengetahui letak, bentuk, susunan persenjataan, perbekalan, perlengkapan amunisi atau kekuatan orang dari proyek pertahanan negara atau suatu hal lain yang bersangkutan dengan kepentingan pertahanan negara; atau

b. menyembunyikan Barang yang diketahuinya akan digunakan untuk melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Pasal 207

Setiap Orang yang karena tugasnya wajib menyimpan Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205, karena kealpaannya menyebabkan isi, bentuk, atau cara membuatnya, seluruh atau sebagian diketahui oleh orang lain yang tidak berhak mengetahuinya dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan.


Pasal 208

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, Setiap Orang yang: 

a. melihat atau mempelajari Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barangyang bersifat rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205, seluruh atau sebagian yang diketahuinya atau patut diduga bahwa Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara 

tersebut tidak boleh diketahuinya; 

b. membuat atau meminta membuat cetakan, gambar, atau tiruan dari Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau

c. tidak menyerahkan Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara tersebut kepada Pejabat yang berwenang padahalSurat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara tersebut jatuh ke tangannya.

Pasal 209

Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197, Pasal 202, Pasal 205, Pasal 206, atau Pasal 208 dengan mempergunakan cara curang atau dilakukan dengan cara memberi atau menerima, menimbulkan harapan, atau menjanjikan hadiah, keuntungan, atau 

upah dalam bentuk apapun juga atau dilakukan dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dipidana 2 (dua) kali lipat dari pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197, Pasal 202, Pasal 205, Pasal 206, atau Pasal 208.

Paragraf 3

Sabotase dan Tindak Pidana pada Waktu Perang

Pasal 210

Dipidana karena sabotase dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, Setiap Orang yang:

a. merusak, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai, atau memusnahkan instalasi negara atau militer; 

b. menghalangi atau menggagalkan pengadaan atau distribusi bahan pokok yang menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan kebijakan pemerintah; atau 

c. mengganggu atau merusak secara luas perhubungan darat, laut, udara, atau telekomunikasi. 

Pasal 211

Warga negara Indonesia yang dengan sukarela menjadi tentara asing yang sedang berperang dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau kemungkinan akan menghadapi Perang dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan jika Perang benar-benar terjadi dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 212

(1) Setiap Orang yang dalam Waktu Perang memberi bantuan kepada Musuh atau merugikan negara untuk kepentingan Musuh dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang:

a. memberitahukan atau menyerahkan peta, rencana, gambar, atau uraian dari bangunan tentara atau keterangan tentang gerakan tentara atau rencana tentara kepada Musuh; atau 

b. bekerja pada Musuh sebagai mata-mata, yang meliputi:

1. memiliki, menguasai, atau memperoleh dengan maksud untuk meneruskannya baik langsung maupun tidak langsung kepada Musuh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuatu peta, rancangan, gambar, atau tulisan tentang bangunan militer atau rahasia militer ataupun keterangan tentang rahasia pemerintah dalam bidang politik, diplomasi, atau ekonomi;

2. melakukan penyelidikan untuk Musuh sebagaimana dimaksud dalam huruf a atau menerima dalam pemondokan, menyembunyikan, atau menolong seorang penyelidik Musuh;

3. mengadakan, memudahkan, atau menyebarkan propaganda untuk Musuh;

4. melakukan sesuatu usaha yang bertentangan dengan kepentingan negara sehingga terhadap seseorang dapat dilakukan penyelidikan, penuntutan, perampasan, atau pembatasan kemerdekaan,

penjatuhan pidana, atau tindakan lainnya oleh atau atas kekuasaan Musuh; atau

5. memberikan kepada atau menerima dari Musuh atau pembantu Musuh, sesuatu Barang atau uang, atau melakukan sesuatu perbuatan yang menguntungkan Musuh atau pembantu Musuh, 

atau menyukarkan atau merintangi atau menggagalkan sesuatu tindakan terhadap Musuh atau pembantu Musuh.

(3) Dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang:

a. berkhianat untuk kepentingan Musuh, menyerahkan kepada kekuasaan Musuh,menghancurkan atau membuat tidak dapat dipakai lagi suatu tempat atau tempat penjagaan yang diperkuat atau diduduki, suatu alat perhubungan, suatu perbekalan Perang, atau suatu kas Perang, ataupun suatu bagian dari itu atau menghalang-halangi atau menggagalkan suatu usaha tentara yang direncanakan atau diselenggarakan untuk menangkis atau menyerang; atau

b. menyebabkan atau memudahkan huru-hara, pemberontakan, atau desersi di kalangan tentara. 

Pasal 213

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, Setiap Orang yang dalam Waktu Perang, tanpa tujuan membantu Musuh atau merugikan 

negara untuk menguntungkan Musuh: 

a. memberi fasilitas, tempat menumpang, menyembunyikan, atau membantu mata-mata Musuh; atau

b. mengakibatkan atau memudahkan desersi di kalangan tentara.

Pasal 214

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, Setiap Orang yang: 

a. dalam Waktu Perang dengan perbuatan curang menyerahkan Barang keperluan tentara; atau 

b. ditugaskan untuk mengawasi penyerahan Barang sebagaimana dimaksud dalam huruf a membiarkan perbuatan curang tersebut. 

Pasal 215

Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 sampai dengan Pasal 214 berlaku juga, jika salah satu dari perbuatan tersebut dilakukan terhadap atau berkaitan dengan negara sekutu dalam Perang bersama. 

Pasal 216

Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat dan persiapan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 atau Pasal 212 dipidana.

BAB II

TINDAK PIDANA TERHADAP MARTABAT PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN


Bagian Kesatu

Penyerangan terhadap Presiden dan Wakil Presiden

Pasal 217

Setiap Orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. 

Bagian Kedua Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil 

Presiden

Pasal 218

(1) Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat 

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 219

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui 

atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 220

(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.

BAB III

TINDAK PIDANA TERHADAP NEGARA SAHABAT

Bagian Kesatu

Makar terhadap Negara Sahabat

Paragraf 1

Makar untuk Melepaskan Wilayah Negara Sahabat

Pasal 221

Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud untuk melepaskan wilayah negara sahabat, baik seluruh maupun sebagian dari kekuasaan pemerintah yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Pasal 222

Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud untuk menghapuskan atau mengubah dengan cara tidak sah bentuk pemerintahan yang ada dalam negara sahabat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 223

Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat dan persiapan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 221 dan Pasal 222 dipidana.


Paragraf 2

Makar terhadap Kepala Negara Sahabat

Pasal 224

Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan kepala negara sahabat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

Bagian Kedua

Penyerangan terhadap Kepala Negara Sahabat dan Wakil Kepala Negara Sahabat serta Penodaan Bendera

Paragraf 1

Penyerangan terhadap Kepala Negara Sahabat dan Wakil Kepala Negara Sahabat

Pasal 225

Setiap Orang yang menyerang diri kepala negara sahabat dan wakil kepala negara sahabat yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan.

Paragraf 2

Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Kepala Negara Sahabat dan Wakil Negara Sahabat

Pasal 226

Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri kepala negara sahabat yang sedang menjalankan tugas kenegaraan di Negara Kesatuan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.

Pasal 227

Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri wakil dari negara sahabat yang bertugas di Negara Kesatuan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. 

Pasal 228

(1) Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau 

harkat dan martabat terhadap kepala negara sahabat atau wakil negara sahabat di Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan maksud agar isi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana 

denda paling banyak kategori IV.

(2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.

Pasal 229

(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 sampai dengan 

Pasal 228 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. 

(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara 

tertulis oleh kepala negara sahabat dan wakil negara sahabat. 


Pasal 230


Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 sampai dengan Pasal 228 jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. 


Paragraf 3


Penodaan Bendera Kebangsaan Negara Sahabat


Pasal 231


Setiap Orang yang menodai bendera kebangsaan dari negara sahabat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. 


BAB IV

TINDAK PIDANA TERHADAP PENYELENGGARAAAN RAPAT LEMBAGA

LEGISLATIF DAN BADAN PEMERINTAH

Pasal 232


Setiap orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan membubarkan rapat lembaga legislatif dan/atau badan pemerintah atau memaksa lembaga dan/atau badan tersebut agar mengambil atau tidak mengambil suatu keputusan, atau mengusir pimpinan atau anggota rapat tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun. 


Pasal 233


Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan merintangi pimpinan atau anggota lembaga legislatif dan/atau badan pemerintah untuk menghadiri rapat lembaga dan/atau badan tersebut, atau untuk menjalankan kewajiban dengan bebas dan tidak terganggu dalam rapat lembaga dan/atau badan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.47 

BAB V

TINDAK PIDANA TERHADAP KETERTIBAN UMUM

Bagian Kesatu

Penghinaan terhadap Simbol Negara, Pemerintah, dan Golongan Penduduk

Paragraf 1

Penodaan terhadap Bendera Negara, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan


Pasal 234


Setiap Orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain terhadap bendera negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan bendera negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V. 


Pasal 235


Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang: 

a. memakai bendera negara untuk reklame atau iklan komersial; 

b. mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau 

kusam; 

c. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain atau memasang lencana atau benda apapun pada bendera negara; atau 

d. memakai bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus Barang, 

dan tutup Barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera negara. 


Pasal 236


Setiap Orang yang mencoret, menulisi, menggambar atau menggambari, atau membuat rusak lambang negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V. 

Pasal 237


Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang: 

a. menggunakan lambang negara yang rusak dan tidak sesuai dengan 

bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; 

b. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara; atau 

c. menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang. 

Pasal 238


Setiap Orang yang menodai atau menghina lagu kebangsaan dengan mengubah lagu kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan lagu kebangsaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.48 

Pasal 239


Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang menodai atau menghina lagu kebangsaan dengan: 

a. memperdengarkan, menyanyikan, atau menyebarluaskan hasil ubahan lagu kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial; atau 

b. menggunakan lagu kebangsaan untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial. 


Paragraf 2

Penghinaan terhadap Pemerintah


Pasal 240


Setiap Orang yang Di Muka Umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. 


Pasal 241


Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 

(empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V. 


Paragraf 3


Penghinaan terhadap Golongan Penduduk

Pasal 242


Setiap Orang yang Di Muka Umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak 

kategori IV. 

Pasal 243


(1) Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi, yang berisi pernyataan perasaan permusuhan dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik yang berakibat timbulnya Kekerasan terhadap orang atau Barang dipidana dengan pidana penjara 

paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

(2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan Tindak Pidana tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.49 

Paragraf 4


Tindak Pidana atas Dasar Diskriminasi Ras dan Etnis


Pasal 244


Setiap Orang yang melakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. 


Pasal 245


Setiap Orang yang melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, perkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan Kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, ancaman pidana ditambah 1/3 (satu pertiga). 


Bagian Kedua


Penghasutan dan Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana


Paragraf 1

Penghasutan untuk Melawan Penguasa Umum


Pasal 246


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan: 

a. menghasut orang untuk melakukan Tindak Pidana; atau 

b. menghasut orang untuk melawan penguasa umum dengan Kekerasan. 


Pasal 247 


Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi hasutan agar melakukan Tindak Pidana atau melawan penguasa umum dengan Kekerasan, dengan maksud agar isi penghasutan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana 

penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori V. 


Pasal 248

(1) Setiap Orang yang menggerakkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d untuk melakukan Tindak Pidana dan Tindak Pidana tersebut atau percobaannya yang dapat dipidana tidak terjadi dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

(2) Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dijatuhi pidana yang lebih berat dari yang dapat dijatuhkan terhadap percobaan melakukan Tindak Pidana tersebut atau jika percobaan tersebut tidak dapat dipidana maka tidak dapat dijatuhi pidana yang lebih berat dari yang ditentukan terhadap Tindak Pidana tersebut. 

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika tidak terjadinya Tindak Pidana atau percobaan yang dapat dipidana tersebut disebabkan oleh karena kehendaknya sendiri.Paragraf 2 Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana 


Pasal 249


Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana untuk melakukan Tindak Pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II. 


Pasal 250


(1) Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penawaran untuk memberi 

keterangan, kesempatan atau sarana guna melakukan Tindak Pidana dengan maksud agar penawaran tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. 

(2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f. 

Pasal 251


(1) Setiap Orang yang memberi obat atau meminta seorang perempuan untuk menggunakan obat dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa obat tersebut dapat mengakibatkan gugurnya kandungan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

(2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f. 






Pasal 252


(1) Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik 

seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. (2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga). 


Bagian Ketiga


Tidak Melaporkan atau Memberitahukan Adanya Orang yang Hendak

Melakukan Tindak Pidana

Paragraf 1

Tidak Melaporkan Adanya Permufakatan Jahat


Pasal 253


Setiap Orang yang mengetahui adanya permufakatan jahat untuk melakukan salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal 194, Pasal 205, Pasal 208, Pasal 212, Pasal 308, atau Pasal 310, tidak memberitahukan kepada Pejabat yang berwenang atau kepada orang yang terancam padahal masih ada waktu untuk mencegah dilakukannya Tindak 

Pidana tersebut, jika Tindak Pidana tersebut benar-benar terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II. 


Paragraf 2


Tidak Memberitahukan Kepada Pejabat yang Berwenang Adanya Orang yang Berencana Melakukan Tindak Pidana 

Pasal 254


(1) Setiap Orang yang mengetahui adanya orang yang berniat untuk 

melakukan: 

a. salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal 198, Pasal 200, Pasal 202, Pasal 205, Pasal 206, Pasal 208, Pasal 211 sampai dengan Pasal 217; 

b. desersi pada Waktu Perang atau pengkhianatan tentara; atau 

c. Tindak Pidana pembunuhan berencana, penculikan, perkosaan, atau salah satu Tindak Pidana yang membahayakan keamanan umum, bagi orang, kesehatan, Barang, dan lingkungan hidup yang berakibat membahayakan nyawa orang, tidak memberitahukan kepada Pejabat yang berwenang atau kepada orang yang terancam padahal masih ada waktu untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana tersebut, jika Tindak Pidana tersebut terjadi, dipidana 

dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II. 

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap orang yang mengetahui salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan dan telah membahayakan nyawa orang pada saat akibat masih dapat dicegah, tidak memberitahukan 

kepada Pejabat yang berwenang atau kepada orang yang terancam. 


Pasal 255


Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 dan Pasal 254 tidak berlaku bagi orang yang jika memberitahukan hal tersebut kepada Pejabat yang berwenang atau orang yang terancam akan mendatangkan bahaya penuntutan pidana bagi diri sendiri, keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus atau menyamping derajat kedua atau ketiga dari suami atau istrinya atau mantan suami atau istrinya, atau bagi orang lain yang jika dituntut sehubungan dengan 

jabatan atau profesinya, dimungkinkan menurut hukum untuk dibebaskan menjadi saksi terhadap orang tersebut. 


Bagian Keempat

Gangguan terhadap Ketertiban dan Ketenteraman Umum52


Paragraf 1


Penyelenggaraan Pawai, Unjuk Rasa, atau Demonstrasi


Pasal 256

Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak 


kategori II.


Paragraf 2


Memasuki Rumah dan Pekarangan Orang Lain


Pasal 257

(1) Setiap Orang yang secara melawan hukum memaksa Masuk ke dalam rumah, ruangan, atau pekarangan tertutup yang dipergunakan oleh orang lain atau yang sudah berada di dalamnya secara melawan hukum, tidak segera pergi meninggalkan tempat tersebut atas permintaan orang yang berhak atau suruhannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II. 

(2) Dianggap memaksa Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Setiap Orang yang Masuk dengan jalan, merusak, atau Memanjat, menggunakan Anak Kunci Palsu, perintah palsu, atau pakaian dinas palsu, atau yang dengan tidak sepengetahuan lebih dahulu pihak yang berhak serta bukan karena kekhilafan Masuk dan kedapatan di tempat tersebut pada Malam. 

(3) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. 

(4) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu dan bersamasama, pidana dapat ditambah 1/3 (satu pertiga). 

Paragraf 3

Penyadapan


Pasal 258


(1) Setiap Orang yang secara melawan hukum memasang alat bantu teknis pada suatu tempat tertentu dengan tujuan untuk dapat mendengar atau merekam suatu pembicaraan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II. 

(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, Setiap Orang yang menggunakan alat bantu teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara melawan hukum: 

a. mendengar pembicaraan; 

b. merekam pembicaraan; atau 

c. memiliki hasil pembicaraan atau perekaman sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, 

yang berlangsung di dalam atau di luar rumah, ruangan atau halaman tertutup atau yang berlangsung melalui sarana elektronik. 

(3) Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan hasil pembicaraan atau perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.53 

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Setiap Orang yang melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan atau melaksanakan perintah jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32.

 

Pasal 259


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang yang: 

a. mempergunakan kesempatan yang diperoleh dengan tipu muslihat atau secara melawan hukum merekam gambar seseorang atau lebih yang berada di dalam suatu rumah atau ruangan yang tidak terbuka untuk umum dengan menggunakan alat bantu teknis sehingga merugikan kepentingan hukum orang tersebut; 

b. memiliki gambar yang diketahui atau patut diduga diperoleh melalui perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau 

c. menyiarkan atau menyebarluaskan gambar sebagaimana dimaksud dalam 

huruf b dengan menggunakan sarana teknologi informasi. 


Paragraf 4

Memaksa Masuk Kantor Pemerintah


Pasal 260

(1) Setiap Orang yang secara melawan hukum memaksa Masuk ke dalam kantor pemerintah yang melayani kepentingan umum atau yang berada di dalamnya secara melawan hukum dan atas permintaan Pejabat yang berwenang tidak segera pergi meninggalkan tempat tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 3 (tiga) Bulan atau 

pidana denda paling banyak kategori II. 

(2) Dianggap memaksa Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Setiap Orang yang Masuk dengan merusak, Memanjat, atau dengan menggunakan Anak Kunci Palsu, perintah palsu, pakaian dinas palsu, atau yang dengan tidak sepengetahuan lebih dahulu pejabat yang berwenang 

serta bukan karena kekhilafan Masuk dan kedapatan di dalam tempat tersebut pada Malam. 

(3) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. 

(4) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu dan bersamasama, pidana dapat ditambah 1/3 (satu pertiga). 


Paragraf 5


Turut Serta dalam Organisasi yang Bertujuan Melakukan Tindak Pidana


Pasal 261

(1) Setiap Orang yang menggabungkan diri dalam organisasi yang bertujuan melakukan Tindak Pidana atau organisasi yang dilarang berdasarkan Undang-Undang atau putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 

(lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V. 

(2)Pendiri atau pengurus organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).



Paragraf 6

Melakukan Kekerasan terhadap Orang atau Barang secara Bersama-sama Di

Muka Umum


Pasal 262

(1) Setiap Orang yang dengan terang-terangan atau Di Muka Umum dan dengan tenaga bersama melakukan Kekerasan terhadap orang atau Barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V. 

(2) Jika Kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hancurnya Barang atau mengakibatkan luka, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

(3) Jika Kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun. 

(4) Jika Kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) 

tahun 

(5)Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d. 

(6)

Paragraf 7

Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong

Pasal 263


(1) Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana 

denda paling banyak kategori V. 

(2) Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 

atau pidana denda paling banyak kategori IV . 


Pasal 264


Setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga, bahwa berita demikian dapat mengakibatkan

kerusuhan di masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 


kategori III.

Paragraf 8

Gangguan terhadap Ketenteraman Lingkungan dan Rapat Umum


Pasal 265


Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang 

mengganggu ketenteraman lingkungan dengan: 

a. membuat hingar-bingar atau berisik tetangga pada Malam; atau 

b. membuat seruan atau tanda-tanda bahaya palsu. 


Pasal 266


Setiap Orang yang membuat kekacauan sehingga mengganggu rapat umum yang sah dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.


Pasal 267


Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan merintangi atau membubarkan rapat umum yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II. 

Paragraf 9

Gangguan terhadap Pemakaman dan Jenazah


Pasal 268


Setiap Orang yang merintangi, menghalang-halangi, atau mengganggu jalan Masuk ke pemakaman, pengangkutan jenazah ke pemakaman, atau upacara 

pemakaman jenazah dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II. 


Pasal 269


Setiap Orang yang menodai atau secara melawan hukum merusak atau menghancurkan makam atau tanda-tanda yang ada di atas makam dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II. 


Pasal 270


Setiap Orang yang mengubur, menyembunyikan, membawa, atau menghilangkan jenazah untuk menyembunyikan kematian atau kelahirannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. 


Pasal 271


Setiap Orang yang secara melawan hukum menggali atau membongkar makam, 

mengambil, memindahkan, atau mengangkut jenazah, dan/atau memperlakukan jenazah secara tidak beradab dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. 

Bagian Kelima


Penggunaan Ijazah atau Gelar Akademik Palsu


Pasal 272


(1) Setiap Orang yang memalsukan atau membuat palsu ijazah atau sertifikat kompetensi dan dokumen yang menyertainya dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V. 

(2) Setiap Orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, atau vokasi palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V. 

(3) Setiap Orang yang menerbitkan dan/atau memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, atau vokasi palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI. 


Bagian Keenam

Tindak Pidana Perizinan


Paragraf 1


Gadai Tanpa IzinPasal 273


Setiap Orang yang tanpa izin meminjamkan uang atau Barang dalam bentuk gadai, jual beli dengan boleh dibeli kembali, atau perjanjian komisi sebagai mata pencaharian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. 

Paragraf 2

Penyelenggaraan Pesta atau Keramaian


Pasal 274


(1) Setiap Orang yang tanpa izin mengadakan pesta atau keramaian untuk umum di jalan umum atau di tempat umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II. 

(2) Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda 

paling banyak kategori II. 


Paragraf 3


Menjalankan Pekerjaan tanpa Izin atau Melampaui Kewenangan


Pasal 275


Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang: 

a. tanpa izin menjalankan pekerjaan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus memiliki izin; atau 

b. melampaui wewenang yang diizinkan dalam menjalankan pekerjaan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. 


Paragraf 4


Pemberian atau Penerimaan Barang kepada dan dari Narapidana


Pasal 276


Setiap Orang yang tanpa izin memberi kepada atau menerima dari narapidana suatu Barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak 


kategori II.

Bagian Ketujuh


Gangguan terhadap Tanah, Benih, Tanaman dan Pekarangan


Pasal 277


Setiap Orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain yang menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II. 




Pasal 278


(1) Setiap Orang yang membiarkan Ternaknya berjalan di kebun, tanah perumputan, tanah yang ditaburi benih atau penanaman, atau tanah yang disiapkan untuk ditaburi benih atau ditanami dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II. 

(2) Ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirampas untuk negara. 


Pasal 279


Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang: 

a. berjalan atau berkendaraan di atas tanah pembenihan, penanaman, atau 

yang disiapkan untuk itu yang merupakan milik orang lain; atau 

b. tanpa hak berjalan atau berkendaraan di atas tanah yang oleh pemiliknya dilarang Masuk atau sudah diberi larangan Masuk dengan jelas. 


BAB VI

TINDAK PIDANA TERHADAP PROSES PERADILAN


Bagian Kesatu

Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan


Pasal 280


Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang pada saat sidang pengadilan berlangsung: 

a. tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan; 

b. bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan padahal telah diperingatkan oleh hakim atau menyerang integritas hakim dalam sidang pengadilan; atau 

c. tanpa izin pengadilan merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan proses persidangan. 


Bagian Kedua

Menghalang-halangi Proses Peradilan


Pasal 281


(1) Setiap Orang yang membuat gaduh dalam sidang pengadilan dan tidak pergi sesudah diperintahkan sampai 3 (tiga) kali oleh atau atas nama hakim dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. 

(2) Setiap Orang yang membuat gaduh di dekat Ruang sidang pengadilan pada saat sidang berlangsung dan tidak pergi sesudah diperintahkan sampai 3 (tiga) kali oleh atau atas nama petugas yang berwenang dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I. 


Pasal 282


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang: 

a. mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung proses peradilan; 

b. menyampaikan Barang bukti atau alat bukti palsu, keterangan palsu, atau mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu di sidang pengadilan; atau 

c. merusak, mengubah, menghancurkan, atau menghilangkan Barang bukti atau alat bukti. 


Pasal 283


(1) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 dilakukan dalam proses peradilan pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V. 

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi juga: 

a. menampilkan diri seolah-olah sebagai pelaku Tindak Pidana, yang karena itu menjalani proses peradilan pidana; 58 

b. menghancurkan, menghilangkan, atau menyembunyikan benda yang menjadi sarana atau hasil Tindak Pidana atau mantan lainnya dari Tindak Pidana atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan Pejabat yang berwenang, setelah Tindak Pidana terjadi, dengan maksud untuk menutupi atau menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan atau penuntutan; atau 

c. menghalang-halangi, mengintimidasi, atau mempengaruhi Pejabat yang melaksanakan tugas penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, atau putusan pengadilan dengan maksud untuk memaksa atau membujuknya agar melakukan atau tidak melakukan tugasnya. 


Pasal 284


(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III, Setiap Orang yang: 

a. menyembunyikan orang yang melakukan Tindak Pidana atau orang yang dituntut atau dijatuhi pidana; atau 

b. memberikan pertolongan kepada orang yang melakukan Tindak Pidana untuk menghindari penyidikan, penuntutan, atau pelaksanaan putusan pidana oleh Pejabat yang berwenang. 

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika perbuatan tersebut dilakukan dengan maksud untuk menghindarkan dari penuntutan terhadap keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus derajat kedua atau dalam garis menyamping derajat ketiga, terhadap istri atau suami, atau terhadap mantan istri atau suaminya. 


Pasal 285


Setiap Orang yang mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pemeriksaan jenazah untuk kepentingan peradilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. 





Pasal 286


Setiap Orang yang melepaskan atau memberi pertolongan ketika seseorang meloloskan diri dari penahanan yang dilakukan atas perintah Pejabat yang berwenang atau meloloskan diri dari pidana penjara atau pidana tutupan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV 


Pasal 287


Setiap Orang yang secara melawan hukum tidak datang pada saat dipanggil sebagai saksi, ahli, atau juru bahasa, atau tidak memenuhi suatu kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dipidana dengan: 

a. pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, bagi perkara pidana; atau 

b. pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, bagi perkara lain. 


Pasal 288


Setiap Orang yang telah dinyatakan pailit atau dinyatakan dalam keadaan tidak mampu membayar utang, atau menjadi istri atau suami orang yang pailit dalam perkawinan dengan persatuan Harta Kekayaan, atau sebagai pengurus atau komisaris suatu persekutuan perdata, perkumpulan, atau yayasan yang telah dinyatakan pailit, yang tidak hadir setelah dipanggil secara sah berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memberikan keterangan, atau tidak mau memberikan keterangan yang diminta, atau memberikan keterangan yang 

tidak benar dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 3 (tiga) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III. 


Pasal 289


Setiap Orang yang tidak memenuhi perintah Pejabat yang berwenang dalam proses peradilan untuk menyerahkan Surat yang dianggap palsu atau dipalsukan atau yang harus dipakai untuk dibandingkan dengan Surat lain yang diduga palsu atau dipalsukan atau yang kebenarannya disangkal atau tidak diakui dipidana dengan: 

a. pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, bagi perkara pidana; atau 

b. pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, bagi perkara lain. 


Pasal 290


Setiap Orang yang tanpa alasan yang sah tidak datang menghadap atau dalam hal yang diizinkan tidak meminta wakilnya menghadap, jika dipanggil di muka pengadilan untuk didengar sebagai keluarga sedarah atau keluarga semenda, suami atau istri, wali atau wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas dalam perkara orang yang akan ditaruh atau yang sudah ditaruh di bawah 

pengampuan atau dalam perkara orang yang akan dimasukkan atau sudah dimasukkan ke rumah sakit jiwa dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II. 


Pasal 291


(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang: 

a. menarik Barang yang disita berdasarkan peraturan perundang-undangan atau yang dititipkan atas perintah pengadilan atau menyembunyikan Barang, padahal diketahui bahwa Barang 

tersebut berada dalam sitaan atau titipan; atau 

b. merusak, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakai suatu Barang yang disita 

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

(2) Penyimpan Barang yang melakukan, membiarkan dilakukan, atau membantu melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V. 

(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terjadi karena kealpaan penyimpan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. 

Pasal 292


Setiap Orang yang secara melawan hukum menjual, menyewakan, memiliki, menggadaikan, atau menggunakan benda sitaan bukan untuk kepentingan proses peradilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V. 


Pasal 293


Setiap Orang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus memberikan keterangan di atas sumpah atau keterangan tersebut menimbulkan akibat hukum, memberikan 

keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, yang dilakukan sendiri atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk 60 itu yang diberikan dalam pemeriksaan perkara dalam proses peradilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. 

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merugikan tersangka, terdakwa, atau pihak lawan, pidana ditambah 1/3 (satu per tiga). 


Pasal 294

(1) Setiap Orang yang menyebutkan identitas pelapor, saksi, atau Korban atau hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas tersebut padahal telah diberitahukan kepadanya identitas tersebut harus dirahasiakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 

3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV 

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku jika keharusan untuk merahasiakan identitas pelapor, saksi, atau Korban disebutkan secara tegas dalam Undang-Undang. Bagian Ketiga Perusakan Gedung, Ruang Sidang, dan Alat Perlengkapan Sidang Pengadilan 

Pasal 295

(1) Setiap Orang yang merusak gedung, Ruang sidang pengadilan, atau alatalat perlengkapan sidang pengadilan yang mengakibatkan hakim tidak dapat menyelenggarakan sidang pengadilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. 

(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat sidang pengadilan sedang berlangsung yang menyebabkan sidang pengadilan tidak dapat dilanjutkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. 

(3) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan aparat penegak hukum yang sedang menjalankan tugasnya atau saksi saat memberikan keterangannya mengalami Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun. 

(4) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya aparat penegak hukum yang sedang menjalankan tugasnya atau saksi saat memberikan keterangannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. 


Bagian Keempat


Pelindungan Saksi dan Korban


Pasal 296

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, Setiap Orang yang 

melakukan Kekerasan langsung kepada: 

a. saksi saat memberikan keterangannya; atau 

b. aparat penegak hukum atau petugas pengadilan yang sedang menjalankan tugasnya yang mengakibatkan saksi tidak dapat memberikan 

keterangannya. 


Pasal 297

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, Setiap Orang yang: 

a. menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan terhadap saksi dan/atau Korban sehingga tidak dapat memberikan keterangannya dalam proses peradilan; atau 

b. mempengaruhi Pejabat berwenang yang mengakibatkan saksi dan/atau Korban tidak memperoleh pelindungan sesuai dengan 61 ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga saksi dan/atau Korban tidak dapat memberikan keterangannya dalam proses 

peradilan. 

(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan Luka Berat pada saksi dan/atau Korban dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. 

(3) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan matinya saksi dan/atau Korban dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun. 


Pasal 298


Setiap Orang yang menghalang-halangi saksi dan/atau Korban yang mengakibatkan tidak memperoleh pelindungan atau haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI. 




Pasal 299


Setiap Orang yang menyebabkan saksi, Korban, dan/atau keluarganya kehilangan pekerjaan karena saksi dan/atau Korban memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI. 

Pasal 300

Setiap Pejabat yang tidak memenuhi hak saksi dan/atau Korban padahal saksi dan/atau Korban telah memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

14. Cara Menjaga Kesehatan Jantung

10. Cara Push Up Yang Benar

13. Cara Menjaga Kesehatan Anak